Kesultanan Mataram | Fullversion| Kesultanan Nusantara

Kesultanan Mataram didirikan setelah kematian Sultan Hadiwijaya. Pusat pemerintahan dipindahkan ke Mataram oleh Sutawijaya yang juga dikenali dengan nama Panembahan Senopati. Ki Ageng Pemanahan menerima hutan Mentaok sebagai balasan atas jasa mengalahkan Arya Penangsang dan membuka hutan tersebut menjadi desa. Setelah Ki Ageng Pemanahan meninggal, Sutawijaya meneruskan kepemimpinan Mataram dan menjadi Sultan pertama. Mataram adalah dinasti penerus Masjapahit yang memperluas kekuasaannya di Jawa Tengah dan Timur.

Di bawah kepemimpinan Panembahan Senopati, Mataram berencana menaklukkan Jawa Timur. Madiun menjadi target, tapi awalnya mengalami kekalahan. Namun, pada 1590, Mataram berhasil menaklukkan Madiun setelah pasukan aliansi di sana tidak lagi ada. Keberhasilan ini membuka jalan bagi penaklukan Ponorogo dan Kediri. Namun, serangan ke pesisir utara mengalami kegagalan karena Mataram kehilangan dalam dua gelombang serangan di Tuban, yang tertunda hingga 1601 setelah kematian Panembahan Senopati.

Kepemimpinan Mataram dilanjutkan oleh Prabu Hanyakrawati yang menghadapi pemberontakan oleh Demak dan Ponorogo. Dia dianggap lemah, dengan kejadian sepanjang awal pemerintahan yang tidak banyak melakukan aksi militer. Rencana aksi militer baru dimulai pada 1608 untuk menaklukkan Surabaya, tetapi serangan berlanjut hingga 1613 namun tidak berhasil. Prabu Hanyakrawati akhirnya meninggal secara tragis di hutan perburuan Krapyak.

Sultan Agung Hanyokrokusumo, pengganti Prabu Hanyakrawati, tampak sebagai pemimpin besar. Ia kembali menyerang Surabaya pada 1614, yang saat itu masih kuat dan memiliki sekutu. Namun, berhasil menaklukkan Tuban pada 1619. Untuk melemahkan Surabaya, pada 1622, Mataram menguasai Sukadana yang tampak sebagai sokongan penting bagi Surabaya. Tahun 1624, Mataram menguasai Madura, memisolasi Surabaya, yang akhirnya menyerah pada 1625.

Kekuasaan Mataram di puncaknya dibawah Sultan Agung, tetapi ancaman muncul dari VOC yang menguasai Batavia. Tahun 1628, Sultan Agung menyerang Batavia dengan dua gelombang pasukan namun mengalami kegagalan besar meskipun nyaris berhasil. Pasukan Mataram mundur disebabkan menyerang benteng VOC yang sangat kuat dan banyaknya korban. Meskipun mengalami kekalahan, Sultan Agung tetap berusaha mengusir VOC melalui persiapan serangan kembali, tetapi berbagai strategi gagal.

Sultan Agung dikenal tidak hanya sebagai pemimpin militari tetapi juga dalam bidang budaya dan keilmuan. Di masa pemerintahannya, berbagai perayaan tradisional disesuaikan dengan pemahaman Islam. Ia meninggal pada tahun 1645 dan penggantinya, Sultan Amangkurat I, tidak mampu menghadapi berbagai pemberontakan yang bermunculan akibat lemahnya kekuasaan Mataram selama kepemimpinannya.