AGAR LEBIH JERNIH DALAM MEMAHAMI BID’AH - Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc

Wajib memahami al-Quran dan hadis dengan merujuk kepada pemahaman Salafus Saleh, terutama para sahabat yang lebih memahami teks berbanding kita. Sebab, Al-Quran turun dalam bahasa Arab yang mereka kuasai dan mereka langsung menerima tafsir dari Rasulullah. Melihat praktik nabi juga membuat mereka lebih mengerti daripada kita yang hanya mendengar.

Para sahabat melakukan sesuatu yang disetujui Rasulullah menjadi syariat, tetapi jika mereka melakukannya selepas wafatnya Rasulullah dan tidak ada konsensus, maka itu bukan hujah. Dan saat ini, kita tidak bisa menciptakan ibadah baru seperti yang dilakukan sahabat di zaman Rasulullah karena kita tidak memiliki wahyu.

Pemahaman sahabat harus diperhatikan apakah ada pengingkaran dari sahabat lain pada suatu praktik. Pendapat yang masyhur tanpa pengingkaran menjadi hujah. Misalnya, ucapan sahabat yang melibatkan ibadah yang tidak disetujui Rasulullah menjadi pelajaran penting untuk kita.

Sahabat tidak melaksanakan suatu perbuatan bisa jadi karena belum ada kebutuhan atau penghalang. Ilmu hadis misalnya, baru muncul ketika diperlukan. Ini menunjukkan bahwa para sahabat sangat berhati-hati dalam meriwayatkan hadis, melihat kondisi dan disiplin dalam meriwayatkan.

Umar bin Khattab membuat pos kilat sebagai contoh bidah dalam aspek keduniaan yang tidak ada yang menjadi bidah syari'at. Sesuatu yang bersifat dunia tidak termasuk bidah, selama tidak bertentangan dengan syariat Allah.

Perbuatan sahabat diambil sebagai dasar memahami, dan jika tidak ada penghalang dan mereka tidak melakukannya, dapat disimpulkan bahwa mereka tidak melihat hal tersebut sebagai perbuatan yang disyariatkan. Ini sesuai dengan ucapan Hudzaifah Ibnu Yaman tentang ibadah yang tidak pernah dilakukan sahabat.

Kaedah memahami dalil adalah melihat secara zahir, tidak mendahulukan akal daripada teks Al-Quran dan sunnah. Sahabat memprioritaskan pendapat Allah dan Rasul-Nya di atas semua hal, termasuk pendapat manusia.

Nilai akidah diteliti melalui ayat-ayat yang berkaitan dengan tawhid dan pengertian terhadap sifat Allah. Memahami sifat Allah harus bersandar pada nas, tidak menggunakan akal untuk mengubah makna tekstualnya.