00:00:14
Pernah saya itu, setelah dari Lasem,
diminta untuk di MWC NU Tambaksari
00:00:22
MWC NU Tambaksari, Kecamatan
Tambaksari, lalu pada tahun
00:00:34
sekitar tahun
00:00:40
1978 saya diminta untuk menjadi salah
satu pengurus di PCNU (Surabaya).
00:00:48
Di PC menjadi salah satu Wakil Rais PCNU
Surabaya. Lalu pada tahun 1980
00:01:03
Konfercab, saya juga masuk di jajaran wakil
rais. Setelah itu, karena ada kesibukan,
00:01:11
saya mundur. Tahun 1985 saya diajak lagi. Diajak
lagi masuk ke PCNU (Surabaya), sebagai wakil
00:01:22
raisnya Kiai Mas Nur Branjangan. Lalu tahun
1990 terpilih menjadi rais di PCNU Surabaya.
00:01:37
Kira-kira pertengahan tahun saya ditarik
ke PWNU, jadi merangkap. Waktu itu belum ada
00:01:43
pelarangan rangkap jabatan. Jadi sebagai
rais syuriyah PCNU dan wakil rais di PWNU.
00:01:56
Bahkan sempat saya mengundurkan diri dari PCNU,
00:02:01
tapi oleh pengurus yang lain - oleh
PWNU - tetap di minta untuk (menjabat).
00:02:09
Waktu itu sudah mulai ada
pelarangan rangkap jabatan,
00:02:12
tapi untuk saya diberikan sebuah
dispensasi, keistimewaan dan sebagainya.
00:02:18
"raisnya siapa, Kiai; apakah KH Hasyim Muzadi?"
00:02:21
Waktu itu Pak Hasyim Muzadi menjadi ketua
tanfidziyah, raisnya Kiai Imron Hamzah, almarhum.
00:02:31
Setelah itu, Kiai Imron Hamzah wafat diganti
Kiai Masduki, saya lepaskan Surabaya,
00:02:39
saya menjadi wakil Kiai Masduqi. Setelah Kiai
Masduqi, tahun 1990 sekian, saya terpilih menjadi
00:02:51
rais syuriah, karena Kiai Masduqi tidak
mencukupi suaranya. Umpama diulang lagi,
00:02:56
malah mengkhawatirkan. Dan saya, adat di NU kan,
kalau masih ada rais, tidak mau. Saya tidak mau.
00:03:07
Kiai Masduqi menyuruh terus. Akhirnya maunya
saya tidak mau, tapi pemilihan diulang.
00:03:19
Ini bisa lepas lagi, malah kena. Akhirnya
saya sudah oleh kiai-kiai dijaga,
00:03:28
jangan sampai lari saya. Akhirnya ya sudah:
saya terima dalam keadaan keterpaksaan.
00:03:35
Di PWNU (Jawa Timur) saya terpilih secara
resmi dua kali, dua periode. Yang tidak resmi,
00:03:43
karena ada PAW, ada sesuatu, baru
tujuh bulan, ini dicabut SK karena
00:03:53
gara-gara Pak Ali Maschan mencalonkan
wakil gubernur, dulu. Itu kan saya pencat. 😊
00:04:02
Karena sebetulnya saya itu menjanjikan: "Sudahlah,
00:04:07
Anda harus mundur dari ketua tanfidziyah,
nanti saya dukung. Tapi kalau Anda masih
00:04:16
tetap mempertahankan justru
ini akan kontra-produktif."
00:04:26
ngotot, akhirnya saya pecat. Tapi setelah
dia tidak jadi, saya tarik lagi ke jajaran
00:04:33
wakil rais. Jadi saya mendapatkan
SK sebagai rais PWNU itu empat kali.
00:04:40
Tapi yang dua itu, sifatnya
itu tadi. Yang dua yang normal,
00:04:47
yang dua lainnya, katakan tidak normal.
00:04:56
Setelah dua kali di pertengahan, saya
diminta oleh Kiai Ma'ruf untuk menjadi wakil
00:05:04
rais aam. Saya menolak. Pokoknya, enggak pernah,
semua, mulai jadi Surabaya, PCNU, PWNU dan
00:05:14
diminta, saya itu selalu menolak. Tapi Kiai Ma'ruf
akhirnya mengeluarkan kartu truf nya. Apa?
00:05:23
Kalau saya enggak mau, dia enggak mau jadi rais aam.
Ini yang repot, saya. Terpaksalah saya.
00:05:30
Dan saya enggak tahu kalau di pertengahan beliau
dicalonkan wapres. Kalau memberitahu, saya sudah
00:05:38
'sipat kuping' istilahnya, sudah (tidak mau).
"Ini tidak normal lagi, berarti?" / "Tidak normal lagi."
00:05:45
Gara-gara aturan di AD/ART NU, manakala rais aam
berhalangan tetap, maka wakil rais aam lah yang
00:05:53
akan menggantikan. Kan gitu bunyinya. Saya sempat
mengundurkan diri itu. Didatangi (pengurus) PBNU,
00:06:01
katakan nangis-nangis lah minta.
Tidak mau saya, satu suara sudah.
00:06:10
Karena saya sendiri menyatakan: rais aam itu di
atasnya presiden (seperti 'guru bangsa'), apalagi
00:06:17
hanya wapres. Di atas presiden. Dan sampai hari
ini, itu yang menjadi sikap saya. Begitu saya
00:06:28
menyatakan, saya juga memberikan solusi. Siapa
lalu penggantinya? Saya minta Mbah Maimoen.
00:06:40
Kalau tidak Mbah Maimoen Kiai Tolchah Hasan. Ini yang
sangat pas untuk menduduki rais aam.
00:06:49
Tapi salah usulan saya itu, karena AD/ART NU bilang:
wakil rais aam yang menggantikan. Tidak bisa,
00:06:55
beliau kan sebagai mustasyar. Ternyata, bakda Isya' saya
ditelepon oleh Mbah Maimoen. Malam itu marahi saya:
00:07:06
"Kiai, Anda itu saya jaga-jagain kok malah
mundur," begitu. "Enggak boleh (mundur)."
00:07:18
Bagaimana saya? Mbah Maimoen yang saya usulkan malah marah.
Kiai Tolchah juga begitu. Karena pengurus PBNU
00:07:26
waktu datang ke saya, saya menyatakan saya mundur.
Saya minta (mundur). "Lalu siapa?" Setelah putus asa,
00:07:33
mereka minta petunjuk, yang kalau tidak Mbah
Maimoen ya Kiai Tolchah. Ke sana, Kiai Tolchah
00:07:39
diberitahu, marah Kiai Tolchah: "Bilang, jangan, enggak boleh.
Kalau tidak mau, saya akan datang ke Surabaya."
00:07:48
Dua-duanya malah marah. Akhirnya ya
terpaksa. Makanya saya katakan:
00:07:54
"Saya ini rais aam yang gawat darurat"
00:08:01
dan darurat ini selalu mulai dari awal.
00:08:08
Termasuk di MUI.
(di) MUI ini dua tahun saya dirayu.
00:08:15
Saya bilang: "tidak, tidak." Saya kalau
mau, sejak di Jawa Timur saya sudah merangkap MUI.
00:08:22
Waktu Kiai Masduqi merangkap rais syuriah, saya
kan wakilnya. Begitu tidak terpilih di MUI,
00:08:33
lalu tidak terpilih, kan saya yang (menggantikan). Ini
saya diminta untuk merangkap, saya tolak.
00:08:40
Kalau saya merangkap, berarti nanti ada salah satu yang
tidak akan bisa berjalan. Saya itu tipenya tidak mau begitu.
00:08:49
Kalau sudah iya, ya saya (pegang).
Terus (dirayu). Akhirnya ada utusan dari PBNU datang,
00:08:58
bilang: "Kiai, Panglima dan Kapolri -
Pak Tito waktu itu - menagih janji."
00:09:08
"Untuk apa?" / "Ini MUI." Saya pikir: "Kenapa panglima
ikut-ikut? Wah ini repot." Akhirnya, sudah begini:
00:09:17
"Saya tidak jawab iya, tidak jawab tidak,"
diam saya. Begitu terus: kalau saya ke PBNU,
00:09:24
datang orang sampai 30 pengurus yang ingin,
terus, sampai detik detik Munas itu.
00:09:32
Termasuk Wamen - pak siapa itu? - Zainut Tauhid, ikut-ikut.
Terus menagih. Saya hanya mendengar yang baik, gitu saja.
00:09:42
Tidak komentar, saya. Lalu Pak
Marsudi itu bilang, menemui saya di Hotel Cikini.
00:09:54
"Kiai, Anda harus datang tanggal 24, paling
tidak." Itu sudah dimulai munasnya. "Untuk apa?"
00:10:04
"Masak, nanti kalau mereka mereka tanya ingin
kenal Kiai gimana?" / "Saya enggak bisa, (tanggal) 24
00:10:15
itu saya masih menikahkan santri." / "Kapan?"
/ "Saya usahakan usahakan tanggal 25,
00:10:21
itu pun malam hari." / "Kalau tanggal 25 sudah selesai."
/ "Pokoknya itu saya bisa," gitu. Jadi akhirnya
00:10:29
tangal 25 saya datang, langsung dibawa ke Hotel
Sultan, malam. Lalu saya diminta turun.
00:10:40
"Untuk apa?" / "Ikut pleno." Ikut rapat formatur. Rapat
menentukan pengurus. "Saya di sini saja.
00:10:55
Kecuali nanti sudah ada pilihan dan ada yang terpilih,
saya baru turun." Akhirnya sekitar jam 01:00 sudah
00:11:04
selesai pilihan, panitia terlambat menjemput
saya. kira-kira jam 02.00 saya baru dijemput.
00:11:14
"Kiai, diminta turun." / "Sudah selesai?" /
"Sudah." / "Siapa yang terpilih?" / "Anda."
00:11:22
Akhirnya, saya pikir: "Kalau saya menolak,
berarti saya melepaskan yang selama ini MUI
00:11:29
selalu dipegang oleh rais aam. Mulai Kiai Sahal
Mahfudz sampai Kiai Ma'ruf Amin. Kalau masalah melepas,
00:11:38
mungkin orang lain, dari organisasi lain yang
akan pegang. Ya masih agak ringan lah.
00:11:44
Tapi kalau sampai saya dianggap melakukan bid'ah pertama
di NU karena melepaskan jabatan yang selama ini
00:11:52
sudah menjadi tradisi dan harus diambil, memang,
saya akan dituduh seorang pertama kali yang
00:12:03
melakukan bid'ah di NU. Waduh ini yang berat saya.
Sehingga, sudah, saya bismillah, turun. Turun itu,
00:12:13
ketua lama (mantan) Kiai Ma'ruf, masih
tetap memimpin untuk penyusunan pengurus.
00:12:20
Jadi saya turun sudah enggak punya bagian, saya.
Hanya tinggal satu nama kosong dari wakil sekjen.
00:12:30
Itu bagian saya itu, yang lain sudah disusun.
Jadi saya tidak tahu siapa yang terlempar,
00:12:39
siapa yang tidak masuk, saya tidak tahu. Cuma
saya sempat membisiki Kiai Ma'ruf: "Tolong...
00:12:47
di wantim, saya usulkan dari Jawa Timur ada Kiai
Anwar Iskandar. Lalu keponakan Kiai Ma'ruf sendiri:
00:12:58
Kiai Zulfa Mustofa. Ini orangnya baik, tulisannya
baik, banyak... yang kosong itu saya memasukkan
00:13:06
Gus Fahrur, Malang. Biar untuk teman saya, karena
saya tidak ada yang kenal satu-satu.
00:13:15
Itulah, jadi saya masuk ke sana belum mengenal
siapa-siapa. Nama saja tidak kenal,
00:13:27
hanya kebetulan mereka pengurus PBNU yang
ada di MUI itu yang saya mengenali.
00:13:36
Jadi itu, dua tahun saya dirayu, baru menjawab
dan mau ya pada malam pilihan itu.
00:13:44
Subtitle by ANKF