00:00:00
kita semua pernah lihat konten pengajian
00:00:03
joget-joget Ada yang bilang Wah ini
00:00:05
pasti NU ini pasti Newcastle United nih
00:00:08
tapi pernah enggak sih kita mikir kok
00:00:10
bisa organisasi Islam sebesar NU
00:00:13
nahlatul ulama yang punya sejarah
00:00:15
panjang dan kontribusi sangat besar di
00:00:17
Indonesia tiba-tiba dicap hanya karena
00:00:20
video tiktok yang viral pertanyaannya
00:00:22
bukan cuma Siapa yang joget tapi kenapa
00:00:24
yang joget itu selalu dianggap NU dan
00:00:26
lebih penting lagi siapa yang framing
00:00:28
ini semua saya Rahman orang yang
00:00:30
beruntung bisa belajar di pesantren dan
00:00:32
inilah segmen suara penonton
00:00:39
[Musik]
00:00:51
kiu satu minggu ini setelah liburan
00:00:55
pesantren yang mana saya akhirnya bisa
00:00:57
buka HP lagi saya resah resah bukan
00:00:59
karena trending topik yang receh tapi
00:01:01
karena Citra NU organisasi yang saya
00:01:04
cintai ee saya lihat di media sosial
00:01:07
memburuk luar biasa terutama di
00:01:09
kolom-kolom komentar Saya yakin kalian
00:01:11
juga lihat hal-hal yang serupa di
00:01:13
Instagram YouTube tiktok Citra warga NU
00:01:16
seakan-akan identik dengan joget-joget
00:01:19
di majelis ekspresi keberagamaan yang
00:01:22
dianggap aneh bahkan vulgar setiap kali
00:01:24
ada konten berbau pengajian atau
00:01:26
selawatan yang tampak tidak sesuai
00:01:28
ekspektasi langsung ada komentar Wah ini
00:01:30
pasti NU Oh ini pasticester United nih
00:01:33
memang enggak semua NU begini tapi yang
00:01:35
begini pasti NU pertanyaannya Kenapa
00:01:38
perilaku beragama yang buruk itu selalu
00:01:40
dikait-kaitkan dengan NU untuk menjawab
00:01:43
itu kita harus balik ke pertanyaan
00:01:45
paling dasar Siapa itu orang-orang NU
00:01:48
Mari kita analogikan begini kalau saya
00:01:50
mengaku sebagai seorang marxis Saya
00:01:52
pasti pernah baca Manifesto komunis
00:01:55
paham Ideologi marksisme dan berdiri di
00:01:58
belakang nilai-nilai yang didukung oleh
00:02:00
KL Marx tapi gimana dengan orang-orang
00:02:01
yang mengaku NU Apakah semua dari 150
00:02:06
juta orang yang mengaku NU benar-benar
00:02:08
memahami nilai-nilai dasar NU misalnya
00:02:11
isi konun asasi ideologi dasar NU yang
00:02:13
ditulis oleh pendirinya hadratus Syekh
00:02:15
Hasyim as'ari saya pribadi baru
00:02:17
benar-benar belajar konun asasi secara
00:02:19
serius Ketika saya duduk di bangku
00:02:22
sekolah tinggi pesantren di Mahat Ali
00:02:24
jadi saya kira wajar kalau banyak warga
00:02:26
NU yang secara kultur dan tradisi hanya
00:02:29
ikut-ikut tanp pernah menyentuh aspek
00:02:30
ideologisnya ketua umum PBNU Gus Yahya
00:02:33
menjelaskan secara gamblang tentang
00:02:35
persoalan ini ia membedakan antara kader
00:02:37
NU yang ikut pelatihan dan dibaiat dan
00:02:40
warga NU biasa yang sekedar hidup dalam
00:02:42
lingkungan dan kultur NU ia bahkan
00:02:45
bilang kalau semua warga harus dibaiat
00:02:47
nanti bakul getuk tukang becak bahkan
00:02:50
copet minta baiat semua kan repot kita
00:02:52
dengan jumlah warga NU yang sebanyak itu
00:02:55
kita enggak bisa berharap semuanya paham
00:02:57
dan merepresentasikan ajaran NU secara
00:02:59
secara utuh dan betul Nu adalah rumah
00:03:02
besar dengan spektrum yang luas dan
00:03:04
inilah yang sering luput dari perhatian
00:03:06
netizen kita yang kita lihat di medsos
00:03:08
hanyalah fragmen dan fragmen itu tidak
00:03:10
mewakili keseluruhan teori representasi
00:03:13
dari Stuart hall menjelaskan ini dengan
00:03:16
baik representasi bukan cuma
00:03:18
mencerminkan realitas tapi membentuk
00:03:20
realitas itu sendiri jadi ketika konten
00:03:22
viral yang muncul selalu memperlihatkan
00:03:23
NU dengan cara tertentu maka publik akan
00:03:26
percaya bahwa itulah NU padahal itu
00:03:28
hanya potongan kecil dari gambaran yang
00:03:35
besar saya tidak mencari arti kata
00:03:38
Pengajian dari pengertian bahasa tapi
00:03:40
dari Bagaimana masyarakat media sosial
00:03:42
menggunakan kata itu saya mencoba
00:03:44
mengetik kata pengajian dan majelis
00:03:46
selawat hasilnya mengejutkan pengajian
00:03:48
yang saya temui bukan seperti yang saya
00:03:49
alami di pesantren selama 10 tahun
00:03:52
terakhir di metsos pengajian tampil
00:03:54
seperti konser diadakan di lapangan
00:03:56
malam hari SOS sistem menggelegar masa
00:03:59
berkump p dalam jumlah yang besar Kalau
00:04:01
tidak ada yang pegang mikrofon dan
00:04:03
berselawat mungkin orang-orang akan
00:04:04
mengira itu konser musik religi Saya
00:04:06
tidak menyangkal bahwa jenis pengajian
00:04:08
semacam ini juga bagian dari kultur
00:04:10
Pesantren terutama di momen hari besar
00:04:12
kami di pesantren sering juga mengadakan
00:04:14
acara-acara Serupa tapi yang ingin saya
00:04:17
Garis bawahi adalah itu hanya sebagian
00:04:20
kecil ada pengajian lain yang jauh lebih
00:04:22
tenang mendalam dan personal metodenya
00:04:26
klasik santri duduk mengelilingi Kiai
00:04:28
membuka kitab kuning belajar dari awal
00:04:31
hingga akhir pengajian ini seringkiali
00:04:32
membosankan bagi generasi sekarang saya
00:04:35
sendiri juga sering tidur di pengajian
00:04:37
tapi justru di situlah letak kedalaman
00:04:39
ilmu agama itu tumbuh dan pengajian ini
00:04:41
tidak tampil di medsos atau kalaupun ada
00:04:43
hanya ditonton 5 en orang di live stream
00:04:46
tidak dramatis tidak heboh tapi itulah
00:04:48
yang membentuk santri sejati orang yang
00:04:50
memahami agama dengan benar sebenarnya
00:04:53
perbedaan antara pemahaman pengajian di
00:04:55
medsos dan pengajian yang saya pahami di
00:04:57
pesantren dan saya ikuti selama 10 tahun
00:04:59
itu itu ada teorinya Kenapa perbedaan
00:05:01
itu terjadi kata Ferdinand De sausur
00:05:05
sudah mengajarkan ya langue saya enggak
00:05:07
tahu cara bacanya Bagaimana yang betul
00:05:09
langue adalah sistem bahasa sedangkan
00:05:11
parole adalah penggunaannya kalau di
00:05:13
dalam tradisi Pesantren kita membedakan
00:05:16
antara memaknai suatu kata minhaisul
00:05:18
wad'i dan minhaisul istimal eh secara
00:05:21
mudahnya minhaisul wad'i dan minhaisul
00:05:23
istimal itu seperti penggunaan kata
00:05:25
alghid alghid itu kalau minhaisul wad'i
00:05:29
artin nya adalah sebuah tanah yang
00:05:32
rendah sementara secara penggunaan
00:05:34
masyarakat Arab algoid digunakan untuk
00:05:37
merujuk kepada ee mereka yang sedang
00:05:39
buang air besar Jadi sebenarnya medsos
00:05:42
tidak bicara tentang sistem dia hanya
00:05:44
memperlihatkan paroli yang paling
00:05:45
mencolok yang paling viral pengajian
00:05:48
yang sesungguhnya tidak akan pernah
00:05:50
tampil di media sosial yang tampil
00:05:52
adalah pengajian yang viral yang
00:05:54
joket-joket itu Dan inilah yang disebut
00:05:56
framing theory oleh gofman realita yang
00:05:59
kita lihat sudah dibingkai sedemikian
00:06:01
rupa algoritma media sosial tidak peduli
00:06:04
pada kebenaran Ia hanya peduli pada
00:06:06
enjagement lanjut ke Agenda setting
00:06:08
theory media tidak menyuruh kita
00:06:10
berpikir bahwa pengajian joget itu buruk
00:06:11
tapi mereka membuat kita memikirkan itu
00:06:14
terus-menerus jika kalian memperhatikan
00:06:16
konten-konten yang menampilkan selawat
00:06:19
joget-joget itu selalu diulang dalam
00:06:21
masa-masa tertentu ketika saya
00:06:22
perhatikan saya Temui saya jumpai bahwa
00:06:25
tanggal postingannya itu berkisar 1
00:06:27
tahun yang lalu kemudian di postingan
00:06:28
lain Del bulan yang lalu di postingan
00:06:30
yang lain 7 bulan yang lalu hal ini
00:06:32
kalau kita berbicara kepada orang yang
00:06:34
terusmenerus mengulang hal-hal yang sama
00:06:37
kita akan Ya memarahinya kok itu lagi
00:06:39
yang dibahas kok itu lagi yang kamu
00:06:41
permasalahkan tapi di media sosial kita
00:06:43
tidak menjumpai hal itu NU dalam
00:06:45
kehidupan nyata punya ribuan wajah tapi
00:06:47
di media sosial NU hanya tampil dengan
00:06:49
satu wajah wajah yang paling
00:06:56
sensasional media sosial punya logikanya
00:06:58
sendiri logika itu sangat sederhana yang
00:07:01
paling viral itulah yang paling menarik
00:07:02
yang paling menarik itulah yang paling
00:07:04
viral terus begitu konten pengajian
00:07:06
joget bisa viral karena bikin n desain
00:07:07
terpancing emosi kita dimanfaatkan kita
00:07:10
marah Saya juga marah kita komen kita
00:07:12
share dan itulah yang dicori oleh
00:07:14
algoritma ketika itu maka konten-konten
00:07:16
itu yang akan terus berulang yang akan
00:07:18
terus naik di permukaan beranda media
00:07:20
sosial kita inilah yang dijelaskan oleh
00:07:22
George gapner dalam cultivation theory
00:07:25
semakin sering kita terpapar konten
00:07:27
tertentu semakin kita percaya bahwa
00:07:29
bahwa itulah kenyataannya masalahnya
00:07:31
kita tidak lagi melihat kenyataan yang
00:07:33
utuh kita hidup dalam filter Bubble dan
00:07:35
Eco Chamber dua konsep dan dijelaskan
00:07:38
oleh Eli pariser media sosial
00:07:40
menampilkan konten yang sesuai dengan
00:07:43
preferensi kita sebelumnya Kalau kita
00:07:44
sebelumnya nonton satu video joget NU
00:07:47
dan kasih reaksi maka besok-besok video
00:07:49
semacam itu akan terus muncul kita
00:07:51
dikurung dalam gelombung algoritma jika
00:07:54
terus-terusan kita terkurung dalam
00:07:56
algoritma semacam ini dampaknya akan
00:07:58
sangat merugikan kita ambil contoh kasus
00:08:00
eh sebuah chatbox Ai yang dililuncurkan
00:08:04
oleh Microsoft Ai ini bernama t twitch
00:08:07
dilatih dari interaksi netizen di
00:08:09
Twitter jadi t twets ini bisa memposting
00:08:11
eh sebuah tweet di Twitter bisa membalas
00:08:15
komentar bisa berinteraksi dengan
00:08:16
pengguna Twitter yang lain dalam 12 jam
00:08:19
tai berubah dari gadis ceria sebagaimana
00:08:21
dia diprogram dari awal tai berubah jadi
00:08:24
akun penuh ujaran kebencian Kenapa
00:08:26
karena Twitter atau platform X sekarang
00:08:29
mengajarkannya begitu begitu pula dengan
00:08:31
kita kalau setiap hari yang kita lihat
00:08:34
cuma konten NU yang rusak kita akan
00:08:36
percaya bahwa NU memang rusak padahal
00:08:38
belum tentu demikian Ditambah lagi
00:08:40
dengan efek spiral Of Silence dari
00:08:42
Elizabeth Noel Newman orang yang punya
00:08:45
opini positif yang tahu NU dari dalam
00:08:47
seperti kita malah diam santri-santri
00:08:50
pesantren yang diajarkan dengan betul
00:08:52
dengan benar sepenuh hati dengan Kiai
00:08:54
mereka akan diam ketika berhadapan
00:08:56
dengan komentar-komentar yang mencaci
00:08:58
maki memojokkan dan menyudutkan Nahdatul
00:09:02
Ulama kita akan takut diserang kita akan
00:09:04
takut dibully maka yang muncul di
00:09:06
komentar adalah suara-suara ekstrem
00:09:07
generalisasi bahkan ujaran kebencian
00:09:10
jadi kita tidak sedang melihat kebenaran
00:09:12
di media sosial kita sedang melihat
00:09:14
suara yang paling keras yang paling
00:09:16
nyaring Oleh karena itu saya selalu
00:09:17
menganjurkan ke teman-teman saya selalu
00:09:19
reset preferensi konten secara berkala
00:09:22
bersihkan algoritma media sosial kita
00:09:24
jangan biarkan media sosial mengatur
00:09:27
persepsi kalian sekali kamu menont
00:09:29
nonton konten pengajian joget-joget dan
00:09:31
kasih komentar maka selamanya kamu akan
00:09:33
dibanjiri hal Serupa itu akan membentuk
00:09:35
cara pandangmu terhadap NU dan Islam
00:09:38
secara keseluruhan dan ini sangat
00:09:39
berbahaya bukan cuma karena itu bias
00:09:41
tapi karena itu akan mempengaruhi cara
00:09:43
kamu bersikap berpikir bahkan memutuskan
00:09:46
sesuatu dalam hidupmu kalau kita biarkan
00:09:48
terus-menerus maka kita akan kehilangan
00:09:50
Nalar kita akan jadi korban framing dan
00:09:52
algoritma Jangan mau kita menjadi korban
00:09:55
kita harus melawannya
00:10:01
Oleh karena itu media sosial tidak
00:10:02
selalu mencerminkan realitas dengan
00:10:04
tepat apa yang kita lihat hanyalah
00:10:06
Bagian kecil dari kenyataan besar yang
00:10:09
ada di lapangan Kalau Citra NU hari ini
00:10:11
di metsos buruk ya karena hanya sebagian
00:10:14
kecil NU yang tampil dan yang tampil itu
00:10:16
adalah yang paling dramatis yang paling
00:10:18
viral bukan yang paling benar Saya tidak
00:10:20
sedang membela NU secara buta tapi saya
00:10:22
ingin kita adil dalam melihat Jangan
00:10:24
nilai sesuatu hanya dari apa yang muncul
00:10:26
di layar HP kita turun ke basis utama NU
00:10:29
kita lihat pesantren-pesantren sekarang
00:10:31
Coba kita duduk bersama kiai-kiai kita
00:10:33
dengarkan pengajian mereka yang
00:10:34
sebenarnya di kediaman mereka karena
00:10:36
kalau kita menyerahkan cara pikir kita
00:10:38
pada algoritma maka kita bukan lagi
00:10:40
manusia merdeka kita hanya jadi produk
00:10:43
dari sistem pada akhirnya ee ada orang
00:10:45
yang mengatakan Apakah NU sekarang
00:10:47
sedang mundur saya menjawab saya tidak
00:10:49
bisa menilai sebab kenyataan yang saya
00:10:51
lihat sejauh ini hanyalah kenyataan yang
00:10:53
saya lihat di media sosial saya kira nu
00:10:56
tidak pernah benar-benar mundur saya
00:10:58
Rahman dan saya tidak ingin kalian hidup
00:11:00
dalam gelembung Saya ingin kalian
00:11:02
berpikir jernih