00:00:00
Jadi gini, cara kerja otak itu adalah
00:00:01
mereka hanya akan mengingat sesuatu yang
00:00:04
menurut mereka penting atau otak. Ketika
00:00:06
mereka belajar tapi tidak dikasih tahu
00:00:08
maknanya apa, mereka enggak tahu saya
00:00:10
belajar ini faedahnya untuk apa, maka si
00:00:13
otak itu akan mencoba menghapus materi
00:00:15
yang kita pelajari. Terus sama kita
00:00:18
diingat-ingat lagi karena harus ulangan.
00:00:20
Terus sama otak secara otomatis dihapus
00:00:22
lagi, diingat lagi, dihapus lagi. Itulah
00:00:25
yang terjadi waktu kita sekolah dan
00:00:26
betapa merusaknya itu terhadap otak.
00:00:29
Karena otak dipaksa untuk mengingat
00:00:31
sesuatu yang dia tidak tahu maknanya apa
00:00:33
gitu.
00:00:35
I juga ya. Iya kan? Iya. Iya. He iya.
00:00:37
Nah kan misalkan gini, kita akan mudah
00:00:40
sekali mengingat lagu yang relevan buat
00:00:42
kita. H pas lagi putus ya ada lagu itu
00:00:44
tuh tiba-tiba langsung nerapi. Ya,
00:00:45
karena relevan si otak mengidentifikasi
00:00:48
bahwa informasi dari lagu itu adalah
00:00:50
cocok buat kehidupan saya gitu. Itu kan
00:00:52
gitu. Cara kerja otak tuh begitu. He.
00:00:54
Nah, kemudian kita belajar sesuatu yang
00:00:57
kemudian dihapus lagi sama otak,
00:00:58
dipelajari lagi ya rusaklah. Setelah
00:01:00
rusak si otak itu akhirnya apa? Trauma
00:01:03
belajar. Makanya waktu SMA kita pas
00:01:05
sekolah itu pelajaran paling menarik
00:01:08
buat siswa di sekolah itu adalah
00:01:10
pelajaran kosong. Jam kosong. Iya kan?
00:01:14
Iya. Iya. Iya. Sama olahraga kalau saya.
00:01:16
Iya. Sama olahraga. Olahraga ya. Kalau
00:01:18
olahraga seru banget. Nah, tapi balik
00:01:20
lagi kenapa siswa-siswa kita suka sama
00:01:22
pelajaran kosong? Ya,
00:01:24
karena coba pikiran paling sederhananya
00:01:27
gini, saya menghabiskan waktu untuk
00:01:30
sekolah dan ayah ibu saya menghabiskan
00:01:32
uang agar saya bisa bersekolah. Jadi,
00:01:34
ketika jam harusnya saya demo, saya
00:01:37
marah pada sekolah itu karena saya sudah
00:01:39
bayar, saya sudah mengorbankan waktu
00:01:41
saya, saya sudah mengorbankan perhatian
00:01:44
saya. Kenapa juga dikasih jam kosong kan
00:01:46
marah. Tapi kenapa siswa malah senang?
00:01:49
Karena siswa trauma belajar. Hm. He.
00:01:52
Jadi otaknya udah udah sangat menderita.
00:01:56
Jadi pendidikan dalam hal ini bukan
00:01:59
memajukan. Pendidikan kita bukan untuk
00:02:02
memajukan, tapi pendidikan itu untuk
00:02:04
merusak otak kita. Sehingga ketika kita
00:02:06
sudah dewasa, satu-satunya yang kita
00:02:09
pikirkan ketika kita mau kuliah adalah
00:02:12
jurusan apa yang paling mungkin memberi
00:02:14
saya lapangan pekerjaan. He. Biar apa?
00:02:18
Biar saya bisa menggunakan ijazah itu
00:02:20
untuk mengemis-ngemis.
00:02:22
pekerjaan di kantor-kantor orang agar
00:02:25
apa? Agar saya bel saya bekerja di mana,
00:02:29
dengan siapa, jam berapa, jadwalnya apa,
00:02:32
harus ditentukan sama pihak lain. Karena
00:02:35
apa? Saya sudah tidak lagi bisa
00:02:36
berinisiatif, otak saya sudah rusak
00:02:38
duluan. Jadi ketika orang dikasih
00:02:40
pengangguran, seharusnya dia senang.
00:02:44
Iya. Kreativitas bisa dilakukan sendiri
00:02:46
sama tim, ya. Iya. Harusnya dia senang.
00:02:47
Tetapi orang Indonesia ketika dikasih
00:02:49
pengangguran dia stres, dia tertekan.
00:02:51
Karena apa? Karena dia tidak tahu apa
00:02:54
yang harus dia lakukan. Waktu jam kosong
00:02:56
yang bikin senang itu. Ketika jam kosong
00:02:59
terjadi, apa yang dilakukan siswa-siswa
00:03:01
kita? Ya udah enggak ngapa-ngapain.
00:03:03
Karena kalau enggak disuruh mereka
00:03:04
enggak melakukan apapun. H. Jadi ini
00:03:06
merusak mental, merusak intelektual.
00:03:10
Jadi pendidikan kita itu kerusakannya
00:03:11
sudah kompleks seperti itu gitu. Jadi
00:03:14
bahkan saya juga sampai bingung apa yang
00:03:15
harus saya lakukan kalau misalkan
00:03:18
pendidikan sudah seperti ini dimulai
00:03:19
dari mana gitu. Apa yang bisa diperbarui
00:03:22
dari sini gitu. Saya beri dukungan yang
00:03:25
besar kepada Pak Menteri Pendidikan dan
00:03:27
jajarannya semoga mereka bisa menjadi
00:03:30
bagian dari orang-orang yang
00:03:32
berkontribusi terhadap perbaikan
00:03:33
pendidikan lah ya. Dan ini salah satunya
00:03:35
kayak kata Mas Gembul tadi tuh kadarnya
00:03:37
podcast yang di mana kisa kita kasih
00:03:39
gratis akses mereka nonton di YouTube,
00:03:42
di Spotify untuk mereka dengerin. Itu
00:03:44
kan juga salah satu cara untuk mereka
00:03:47
bisa tahu nih ide-ide apa nih bisa gua
00:03:49
eksekusi gitu. Tapi ngomongin jam tadi
00:03:51
aku malah kepikiran sesuatu. Aku ingat
00:03:53
ketika aku SMA ketika jam ketika guru
00:03:56
enggak masuk, teman-teman aku yang tadi
00:03:58
kayak enggak suka sama pelajaran A B C
00:04:01
itu mereka memanfaatkan jam kosong ya
00:04:03
untuk melakukan yang sesuatu yang mereka
00:04:04
senangi. Teman-temanku yang cewek itu
00:04:06
malah jualan. Hm. Mereka jualan kayak
00:04:08
kosmetik-kosmetik itu mereka jualan.
00:04:11
Terus ada teman-temanku yang suka main
00:04:12
bola itu. Mereka bikin bola kertas di
00:04:13
belakang ruangan itu mereka
00:04:15
tendang-tendang gitu. Iya. Kok sama
00:04:16
angkatan saya ya? Nah, jadi poinnya aku
00:04:18
sebenarnya itu yang mereka passion and
00:04:21
about. Iya. Iya kan? Iya. Dan ketika jam
00:04:23
mereka tuh gua nih suka main bola ya
00:04:25
udah gua tendang-tendang itu ada yang
00:04:26
nonton film ada yang kayak di belakang
00:04:28
lagi podcast radio gitu lagi
00:04:29
ngomong-ngomong tentang gosip tapi ya
00:04:32
tentang gosip guru terus ada yang kayak
00:04:33
jualan-jualan sebenarnya itu yang mereka
00:04:36
ingin lakukan kan iya ketika jam kosong
00:04:38
makanya aku pikir bahwa
00:04:40
kenapa tidak didorong apa yang mereka
00:04:43
sebenarnya ingin lakukan itu. Jadi
00:04:44
pendidikan harus dimulai dari kebutuhan.
00:04:48
Jadi kebermaknaan ilmu itu ketika dia
00:04:51
mampu menyelesaikan masalah kita dan
00:04:54
memenuhi kebutuhan kita. H itu aja
00:04:57
pengetahuan itu maknanya itu kan. Saya
00:05:01
bisa misalkan gini, saya harus jago
00:05:04
matematika biar saya enggak dikibulin
00:05:07
kalau saya jual beli tanah. Saya harus
00:05:10
belajar bahasa Indonesia biar saya itu
00:05:14
bisa menjadi seorang misalkan ya
00:05:16
pengajar yang baik atau ahli
00:05:18
administrasi yang baik. Misalkan saya
00:05:20
harus belajar fisika karena ke depan
00:05:23
saya ingin menyelesaikan masalah-masalah
00:05:25
dunia di antaranya adalah global warming
00:05:27
misalkan gitu kan. Harus dimulai dari
00:05:29
makna makna. Iya. Why? Menghasilkan ee
00:05:33
motif. Dari motif itu akhirnya kita
00:05:36
terpacu. Banyak orang yang enggak
00:05:39
sekolah, enggak apa, tapi ketika dia
00:05:41
terpacu untuk melakukan sesuatu, dia
00:05:42
bisa jadi seorang sukses gara-gara itu.
00:05:44
Makanya kita cek misalkan ada
00:05:46
orang-orang terkaya di Indonesia,
00:05:47
katakanlah ternyata dulunya miskin.
00:05:50
Kenapa? Karena dia menggunakan
00:05:51
kemiskinannya itu untuk motif bahwa
00:05:54
segini menderitanya saya jadi orang
00:05:56
miskin, maka saya harus keluar dari
00:05:59
kemiskinan itu. Dia berkorban
00:06:01
mati-matian, siap mati. Karena miskin
00:06:03
lebih menderita daripada
00:06:05
kematian. Itu orang-orang terkaya di
00:06:08
Indonesia beberapa di antaranya adalah
00:06:09
orang yang dulunya sempat miskin. Nah,
00:06:12
ini karena apa motifnya? Bukan gara-gara
00:06:15
dia sekolah di mana. Hm. Sekarang
00:06:18
orang-orang terkaya yang dulunya miskin
00:06:20
itu mempekerjakan para akademisi, para
00:06:22
profesor. Dia jadi bos bagi para ahli.
00:06:25
Iya. dia jadi bos dari para e ya
00:06:29
tokoh-tokoh konsultan apa segala rupa.
00:06:32
Semua para ahli akademisi, konsultan dan
00:06:34
sebagainya bekerja untuk memberikan aset
00:06:37
pada dia, memberikan kekayaan pada dia.
00:06:39
He. Jadi fokusnya di mana? Dari dimulai
00:06:41
dari mentalitas, dari motif, dari makna
00:06:46
dia melakukan sesuatu karena maknanya
00:06:48
dia tahu gitu. Biasanya di suara
00:06:50
berkelas kita sering ngobrolin tentang
00:06:52
kesehatan mental ya, kesehatan fisik
00:06:54
juga. Tapi aku tadi malah kepikiran
00:06:57
kalau di sekolah itu kan kita diajarin
00:06:59
teori-teori yang berkepanjangan 5 tahun,
00:07:02
10 tahun. Tapi ketika dihadapkan ketika
00:07:05
orang-orang di usia 20-an itu kita
00:07:08
menghadapi overthinking, menghadapi
00:07:11
society atau apapun fase di quarter life
00:07:14
crisis, kita enggak tahu harus ngapain
00:07:15
gitu ya. Karena kita enggak relevan,
00:07:17
pendidikan kita enggak relevan. Saya
00:07:19
saya harus menggaris bawahi
00:07:21
materi-materi pendidikan kita enggak
00:07:22
relevan.
00:07:23
Jadi kalau misalkan materi pendidikan
00:07:26
kita relevan, maka yang seharusnya
00:07:27
diajarkan di sekolah itu adalah
00:07:29
bagaimana caranya agar tidak obesitas,
00:07:31
bukan bagaimana caranya mengetahui
00:07:33
sistem peredaran darah katak.
00:07:36
Iya juga. Iya kan? Iya. Iya. Iya. Ya.
00:07:38
Sekarang Indonesia adalah salah satu
00:07:39
negara paling banyak obesitasnya,
00:07:41
penyakit gulanya. Termasuk saya obesitas
00:07:43
ya. Nah, ya. Apakah saya pernah
00:07:47
mendapatkan pendidikan obesitas dan
00:07:49
lain-lain? Sedikit sekali. Bahkan tidak
00:07:51
ada. Tapi kalaupun ada sedikit juga
00:07:53
pernah enggak ngalamin ee belajar ee
00:07:56
untuk menghindari obesitas ada kurikulum
00:07:58
di bab tertentu misalkan kan tidak. Iya.
00:08:00
E tidak ada. Jadi bahkan ya kita tidak
00:08:04
relevan gitu. Kemudian mental health
00:08:06
atau yang paling buruk bukan yang paling
00:08:08
buruk yang paling aktual
00:08:10
sekarang apa coba? Yang paling aktual
00:08:13
sekarang itu adalah masalah pendidikan
00:08:14
kita diganggu gugat, dihujat
00:08:16
habis-habisan, dicaci maki oleh media
00:08:18
sosial, oleh TikTok dan short YouTube
00:08:21
yang menghancurkan kemampuan kita dalam
00:08:23
bersosial, menghancurkan kekuatan
00:08:25
intelektualitas kita, menghancurkan
00:08:26
moral kita dan
00:08:28
sebagainya. Dan karena apa? Karena tanya
00:08:31
kepada siswa, lebih banyak mana
00:08:32
mendapatkan pengetahuan dari guru atau
00:08:34
dari TikTok atau dari YouTube? Mereka
00:08:36
akan jawabnya lebih banyak dari YouTube,
00:08:38
dari Google. Iya kan? Mereka dapatnya
00:08:40
itu. Artinya apa? pendidikan kita sudah
00:08:42
pindah ke era digital. Dengan pendidikan
00:08:44
kita yang sudah di era digital, setiap
00:08:46
menteri ganti yang pikirkan itunya
00:08:47
adalah kurikulum kita ke mana gitu. Kita
00:08:50
harus perbaiki kurikulum ke mana. Bukan
00:08:52
perbaiki kurikulum ke mana. Bagaimana
00:08:54
caranya agar kita beradaptasi terhadap
00:08:56
digitalisasi? Bagaimana caranya kita
00:08:58
belajar tentang disrupsi? Bahwa
00:09:01
pelajaran akuntansi sekarang 5 tahun ke
00:09:03
depan mungkin tidak lagi relevan. bahwa
00:09:06
pelajaran-pelajaran sekarang misalkan
00:09:08
editor di sini ada beberapa editor. Saya
00:09:11
tanya editor berapa lama bisa bertahan
00:09:13
di industri ini?
00:09:16
Berapa lama? Sebentar lagi AI akan
00:09:17
ngabisin semua editor. Iya. Jadi saya
00:09:21
saya kenal e content kreator namanya
00:09:23
Rumah Editor. He. Dia dulunya kerja di
00:09:25
stasiun televisi. Kerjanya apa? Ngedit.
00:09:28
Tapi
00:09:29
lama-kelamaan awalnya staf editor 10
00:09:32
kurangin jadi lima karena sudah ada
00:09:34
aplikasi, sudah ada apa yang mempermudah
00:09:36
dari lima tiba-tiba satu ya sudah dia
00:09:38
dipecat. Hm. Untung dia bisa
00:09:41
beradaptasi. Dia bikin kanal YouTube dan
00:09:43
akhirnya dia sukses di situ. Nah,
00:09:45
pertanyaan saya adalah
00:09:48
apakah pelajaran-pelajaran di sekolah
00:09:50
ini
00:09:51
relevan? Ini janji ini janji pasar. 10
00:09:55
tahun dari sekarang bahkan 7 tahun dari
00:09:58
sekarang 90% pekerjaan itu berhubungan
00:10:02
dengan
00:10:04
digitalisasi itu ya. Sekarang di
00:10:08
sekolah guru-guru masih ngomong ke
00:10:10
siswanya, "Belajar kok dari
00:10:13
Google." Ya kan? Jadi di satu sisi dalam
00:10:16
5 tahun ke depan kita 90% digitalisasi.
00:10:19
Tapi jangankan beradaptasi, kita
00:10:21
resisten di sekolah itu banyak yang
00:10:23
resisten terhadap
00:10:25
digitalisasi. Mundur kita tuh dalam hal
00:10:28
ini tuh. Jadi mental kita mental yang
00:10:31
agak tersendat. Dan ketika kita misalkan
00:10:33
berpikir soal pendidikan lagi-lagi bukan
00:10:35
hal yang relevan, tapi mikirnya itu
00:10:37
adalah kurikulum nanti gantinya
00:10:39
begimana. Bukan bukan kurikulum gantinya
00:10:41
gimana. Sekarang era digitalisasi,
00:10:43
gimana
00:10:44
caranya menyatukan mengkompromikan
00:10:47
antara pendidikan formal dengan
00:10:49
digitalisasi? Bisa enggak sih? Gitu kan
00:10:53
gitu. Bukan hanya perusahaan-perusahaan
00:10:55
yang berjuang untuk menghadapi disrupsi
00:10:57
dan kemudian mereka melakukan ini itu ya
00:10:58
bukanlah. Please lah kita terbuka pada
00:11:01
sesuatu yang aktual yang sekarang update
00:11:03
gitu. bukan menjelaskan tentang eh
00:11:07
sesuatu yang terjadi di masa lampau
00:11:09
kemudian terhenti di situ hanya
00:11:10
gara-gara itu didoktrinkan kepada kita
00:11:12
gitu. H SD kita belajar Pangeran
00:11:14
Diponegoro, SMP kita belajar pangeran
00:11:15
Diponegoro, SMA kita belajar pangiran
00:11:17
Diponegoro. Kenapa begitu? Karena
00:11:19
pelajaran itu
00:11:21
doktrin itu tidak akan memberikan
00:11:22
kontribusi yang besar terhadap sistem
00:11:24
pendidikan kita e terhadap nasib
00:11:26
pendidikan kita di masa depan. Kan kalau
00:11:28
misalkan kita ngelamar ke BUMN atau
00:11:30
ngelamar ke Indomaret kan enggak pernah
00:11:32
ditanya sama HRD Pangeran Indipeguro
00:11:34
meninggal tahun berapa? Enggak. Enggak
00:11:35
ditanya itu. Ketika kita menikah sama
00:11:37
penghulu enggak ditanya ayo Pangeran
00:11:38
Diporo kan? Enggak juga. Jadi
00:11:40
relevansinya terletak di mana?
00:11:41
Relevansinya terletak pada Pangeran
00:11:43
Diponegoro melakukan perlawanan pada
00:11:45
Belanda adalah betapun dia tahu bahwa
00:11:47
kekuatannya lebih lemah daripada musuh.
00:11:50
Hm. He. Tetapi beliau berani melawan dan
00:11:54
tahu nasibnya, tetapi berani melawan.
00:11:57
Karena apa? Karena ada perjuangan, ada
00:12:00
ideologi yang harus dipertahankan, ada
00:12:02
kekuatan yang harus dirawat. Betapapun
00:12:04
dia tahu pesimis dia akan kalah
00:12:07
misalkan, tapi dia tetap lanjutkan
00:12:09
perjalanan, lanjutkan perjuangan.
00:12:11
Bisakah kita mengambil pemaknaan itu
00:12:13
dalam kehidupan sehari-hari? Bisakah
00:12:15
siswa-siswa kita itu didoktrin bukan
00:12:17
untuk mengetahui Pangeran Diponegoro
00:12:18
meninggal tahun berapa, tapi untuk
00:12:20
didoktrin bahwa kalian itu hidup berdiri
00:12:23
melangkah di atas genangan darah para
00:12:25
pahlawan yang telah mengorbankan dirinya
00:12:27
buat kehidupan kalian menjadi lebih
00:12:28
baik. i