SELURUH DUNIA GEMPAR ‼️ BUKTIKAN BOROBUDUR BUKAN CANDI BUDDHA, ILMUWAN JEPANG MUALAF - SEJARAH ISLAM

00:47:10
https://www.youtube.com/watch?v=zheT35O2cLs

Summary

TLDRKisah ini mengikuti perjalanan Kenji Nakamura, seorang arkeolog Jepang yang datang ke Indonesia untuk meneliti Candi Borobudur. Awalnya skeptis terhadap agama, Kenji menemukan bukti yang menunjukkan bahwa Borobudur mungkin memiliki elemen yang lebih dekat dengan kebudayaan Islam kuno daripada Buddhisme. Penemuan ini membawanya pada perjalanan spiritual yang mendalam, mengubah pandangannya tentang sejarah dan keyakinan. Akhirnya, Kenji memeluk Islam, menemukan makna baru dalam hidupnya, dan menyadari bahwa pencariannya bukan hanya tentang fakta arkeologis, tetapi juga tentang menemukan Tuhan.

Takeaways

  • 🕌 Kenji Nakamura adalah arkeolog Jepang yang meneliti Candi Borobudur.
  • 🔍 Penelitian awalnya skeptis terhadap agama dan spiritualitas.
  • 📜 Kenji menemukan elemen yang mirip dengan kebudayaan Islam kuno di Borobudur.
  • 💡 Penemuan ini membawanya pada perjalanan spiritual yang mendalam.
  • ✍️ Kenji memeluk Islam setelah penelitiannya.
  • 📖 Candi Borobudur menjadi simbol pencarian spiritual Kenji.
  • 🌍 Penelitian Kenji membuka diskusi baru tentang sejarah Nusantara.
  • 🧭 Kenji menemukan makna baru dalam hidupnya melalui penelitiannya.
  • 💬 Kenji menghadapi penolakan di konferensi setelah mempresentasikan temuannya.
  • ✨ Candi Borobudur kini menjadi tempat Kenji menemukan Tuhan.

Timeline

  • 00:00:00 - 00:05:00

    Kenji Nakamura, seorang arkeolog Jepang, datang ke Indonesia untuk meneliti Candi Borobudur. Awalnya skeptis terhadap agama, ia tertarik pada nilai sejarah dan budaya candi tersebut. Penelitiannya mengungkap kejanggalan yang menggoyahkan narasi umum bahwa Borobudur adalah candi Buddha, dan ia mulai merasakan perjalanan spiritual yang membawanya kepada Islam.

  • 00:05:00 - 00:10:00

    Setelah tiba di Yogyakarta, Kenji mempersiapkan alat pemindai untuk meneliti Borobudur. Ia menemukan bahwa struktur dan orientasi candi tidak sesuai dengan kuil Buddha, dan menemukan relief yang tidak memiliki simbol Buddha. Penemuan ini memicu pertanyaan dalam dirinya tentang identitas sebenarnya dari Borobudur.

  • 00:10:00 - 00:15:00

    Kenji melanjutkan penelitiannya dan menemukan pola kaligrafi yang mirip dengan huruf Arab kuno di bawah relief. Ia mulai membandingkan pola-pola tersebut dengan arsitektur Islam awal, merasakan bahwa penelitiannya lebih dalam dari sekadar arkeologi, dan mulai meragukan narasi sejarah yang ada.

  • 00:15:00 - 00:20:00

    Kenji menemukan bahwa orientasi candi mengarah ke Ka'bah di Makkah, yang semakin memperkuat dugaan bahwa Borobudur mungkin memiliki hubungan dengan ajaran tauhid. Ia merenungkan makna dari penemuan ini dan bagaimana sejarah sering kali ditulis oleh mereka yang berkuasa.

  • 00:20:00 - 00:25:00

    Pertemuan dengan Rasid, seorang lokal, memberikan perspektif baru bagi Kenji. Rasid menjelaskan bahwa ada teori bahwa Islam sudah dikenal di Nusantara jauh sebelum ajaran Hindu-Buddha. Kenji mulai memahami bahwa sejarah tidak selalu berjalan linier dan sering kali ada jejak yang hilang.

  • 00:25:00 - 00:30:00

    Kenji dan Rasid menemukan manuskrip kuno yang menyebutkan bangunan suci yang dibangun meniru Baitul Makmur, yang semakin memperkuat dugaan bahwa Borobudur memiliki akar tauhid. Kenji merasa bahwa ia sedang menggali sejarah yang telah lama dilupakan.

  • 00:30:00 - 00:35:00

    Kenji menyusun laporan ilmiah yang berisi analisis arsitektur Borobudur dan bukti-bukti yang mendukung teorinya. Namun, presentasinya dihadapkan pada penolakan dan kritik dari komunitas ilmiah, yang merasa terancam oleh pandangannya yang berbeda.

  • 00:35:00 - 00:40:00

    Meskipun menghadapi penolakan, Kenji tetap berpegang pada keyakinannya dan merasa bahwa pencariannya bukan hanya tentang candi, tetapi juga tentang kebenaran yang lebih dalam. Ia mulai merasakan panggilan spiritual yang mengarahkannya pada pemahaman yang lebih luas.

  • 00:40:00 - 00:47:10

    Akhirnya, Kenji melakukan ritual pribadi di Borobudur dan mengucapkan syahadat, merasakan kedamaian dan kepulangan yang baru. Ia menyadari bahwa pencariannya telah membawanya pada kebenaran yang lebih tinggi, dan Borobudur kini menjadi simbol perjalanan spiritualnya.

Show more

Mind Map

Video Q&A

  • Siapa Kenji Nakamura?

    Kenji Nakamura adalah seorang arkeolog asal Jepang yang meneliti Candi Borobudur.

  • Apa yang ditemukan Kenji di Candi Borobudur?

    Kenji menemukan elemen yang lebih mirip dengan kebudayaan Islam kuno daripada Buddha.

  • Apa yang terjadi pada Kenji selama penelitiannya?

    Selama penelitiannya, Kenji mengalami perjalanan spiritual dan akhirnya memeluk Islam.

  • Mengapa Kenji skeptis terhadap agama?

    Kenji awalnya hanya tertarik pada nilai historis dan kebudayaan, bukan aspek spiritual.

  • Apa yang membuat Kenji tertarik pada Borobudur?

    Kenji tertarik karena laporan yang menyebutkan kejanggalan dalam narasi Buddhisme yang melekat pada Borobudur.

  • Apa yang dilakukan Kenji setelah menemukan pola kaligrafi?

    Kenji mulai membandingkan pola tersebut dengan ornamen arsitektur Islam awal.

  • Apa yang terjadi di konferensi di Jakarta?

    Kenji menghadapi penolakan dan tuduhan dari akademisi lain setelah mempresentasikan temuannya.

  • Apa yang Kenji rasakan setelah memeluk Islam?

    Kenji merasa telah menemukan kebenaran dan arah dalam hidupnya.

  • Apa makna Candi Borobudur bagi Kenji setelah penelitiannya?

    Borobudur menjadi simbol pencarian spiritual dan tempat ia menemukan Tuhan.

  • Apa yang menjadi fokus utama penelitian Kenji?

    Fokus utama penelitian Kenji adalah hubungan antara Borobudur dan kebudayaan Islam kuno.

View more video summaries

Get instant access to free YouTube video summaries powered by AI!
Subtitles
id
Auto Scroll:
  • 00:00:09
    Asalamualaikum warahmatullahi
  • 00:00:10
    wabarakatuh. Sahabat beriman yang
  • 00:00:12
    dirahmati Allah subhanahu wa taala.
  • 00:00:15
    Seorang ilmuwan arkeologi asal Jepang
  • 00:00:17
    bernama Kenji Nakamura datang ke
  • 00:00:19
    Indonesia dengan niat meneliti keunikan
  • 00:00:21
    arsitektur dan sejarah Candi Borobudur.
  • 00:00:24
    Dengan skeptisisme tinggi terhadap agama
  • 00:00:26
    dan spiritualitas, Kenji awalnya hanya
  • 00:00:28
    tertarik pada nilai historis dan
  • 00:00:30
    kebudayaan. Namun dalam proses
  • 00:00:32
    penelitiannya, ia menemukan banyak
  • 00:00:34
    kejanggalan yang menggoyahkan narasi
  • 00:00:36
    umum bahwa Borobudur adalah Candi
  • 00:00:39
    Buddha. Puncaknya, pembuktian bahwa
  • 00:00:42
    candi itu memiliki elemen yang lebih
  • 00:00:44
    mirip dengan kebudayaan Islam kuno
  • 00:00:45
    daripada Buddha. Membawa Kenji dalam
  • 00:00:48
    perjalanan spiritual hingga akhirnya ia
  • 00:00:50
    memeluk
  • 00:00:52
    Islam. Pesawat dari Tokyo mendarat mulus
  • 00:00:55
    di Bandara Internasional Yogyakarta.
  • 00:00:58
    Langit senja memantulkan warna jingga
  • 00:00:59
    keemasan di kaca-kaca terminal ketika
  • 00:01:02
    Kenji Nakamura menarik kopernya menuju
  • 00:01:04
    pintu keluar. Ia adalah seorang arkeolog
  • 00:01:07
    Jepang berusia 48 tahun. terkenal karena
  • 00:01:10
    ketelitian dan objektivitas ilmiahnya.
  • 00:01:13
    Selama dua dekade ia telah berkeliling
  • 00:01:16
    Asia meneliti candi, kuil, dan
  • 00:01:18
    reruntuhan tua, menelusuri akar
  • 00:01:20
    peradaban dan keyakinan kuno. Namun,
  • 00:01:23
    kedatangannya ke Indonesia kali ini
  • 00:01:25
    bukan hanya soal studi arsitektur,
  • 00:01:27
    tetapi juga karena ada rasa penasaran
  • 00:01:29
    yang mengganjal sejak lama dalam
  • 00:01:31
    benaknya. Candi Borobudur. Ia pertama
  • 00:01:34
    kali membaca tentang Borobudur dalam
  • 00:01:36
    sebuah jurnal arkeologi internasional
  • 00:01:38
    yang membahas keunikan struktur dan
  • 00:01:40
    reliefnya. Namun yang membuatnya
  • 00:01:42
    benar-benar tertarik adalah laporan
  • 00:01:44
    samar dari peneliti Belanda awal abad
  • 00:01:46
    ke-20 yang menyebutkan bahwa sebagian
  • 00:01:48
    relief tampak tidak sesuai dengan narasi
  • 00:01:51
    buddhisme Mahayana yang selama ini
  • 00:01:53
    dilekatkan pada Borobudur. Kalimat itu
  • 00:01:55
    menempel erat di kepalanya seperti
  • 00:01:57
    teka-teki yang menantang untuk
  • 00:01:59
    dipecahkan dengan koper berisi peralatan
  • 00:02:01
    pemindai inframerah, drone pemetaan 3D,
  • 00:02:04
    dan berbagai sensor struktur batu. Kenji
  • 00:02:06
    check in di sebuah hotel sederhana dekat
  • 00:02:08
    kawasan Magelang. Ia menghabiskan malam
  • 00:02:11
    itu menyusun ulang catatannya, memeriksa
  • 00:02:14
    ulang baterai dan kalibrasi alat sebelum
  • 00:02:16
    akhirnya memejamkan mata dalam gelisah.
  • 00:02:18
    Pagi berikutnya, mobil sewaan membawanya
  • 00:02:21
    menembus kabut tipis pegunungan Menoreh.
  • 00:02:23
    Saat kendaraan mulai mendekat ke
  • 00:02:26
    kompleks Borobudur, Kenji memandangi
  • 00:02:28
    bangunan megah itu dari kejauhan. Ada
  • 00:02:30
    semacam aura hening yang menyelubungi
  • 00:02:32
    candi. Bukan semata karena keagungan
  • 00:02:34
    arsitekturnya, melainkan karena rasa tak
  • 00:02:37
    dikenal yang mulai menyelinap di
  • 00:02:38
    dadanya. Perasaan bahwa dirinya tengah
  • 00:02:40
    mendekati sesuatu yang lebih dari
  • 00:02:42
    sekadar reruntuhan kuno. Setelah
  • 00:02:44
    mendapatkan izin dari pihak Balai
  • 00:02:46
    Konservasi, Kenji memulai proses
  • 00:02:48
    pemindaian. Ia memasang alat pemindai
  • 00:02:51
    inframerah yang akan membaca lapisan
  • 00:02:53
    dalam dari batuan undesit yang membentuk
  • 00:02:55
    dinding dan relief candi. Alat itu
  • 00:02:58
    memungkinkan Kenji melihat bekas-bekas
  • 00:03:00
    ukiran yang telah terkikis zaman serta
  • 00:03:02
    pola-pola geometris tersembunyi di balik
  • 00:03:05
    permukaan kasar batu. Saat proses awal
  • 00:03:08
    berjalan lancar, Kenji justru mulai
  • 00:03:10
    merasa gelisah. Ia telah meneliti banyak
  • 00:03:12
    kuil Buddha di Tibet, Nepal, dan Sri
  • 00:03:14
    Lanka. Namun, tak satuun dari mereka
  • 00:03:17
    yang memiliki struktur sekompleks dan
  • 00:03:19
    sebesar Borobudur. Lebih dari itu,
  • 00:03:22
    bentuk stupa utama di puncak candi
  • 00:03:24
    terlihat berbeda. Bukan hanya dari segi
  • 00:03:26
    ukuran, tetapi juga dari orientasinya.
  • 00:03:29
    Ia mencatat bahwa orientasi struktur
  • 00:03:31
    utama tidak sejajar dengan posisi
  • 00:03:33
    matahari terbit seperti lazimnya kuil
  • 00:03:35
    Buddha, melainkan agak condong ke arah
  • 00:03:37
    barat laut. Di satu sisi dinding, Kenji
  • 00:03:39
    menemukan relief yang menggambarkan
  • 00:03:41
    sekelompok manusia tengah berbaris
  • 00:03:43
    menghadap ke arah kubus besar yang
  • 00:03:45
    menjulang. Ukiran itu amat samar seperti
  • 00:03:48
    sengaja dikikis di masa lampau. Anehnya,
  • 00:03:51
    tidak ada satuun simbol Buddha di
  • 00:03:52
    sekitarnya. Tidak ada roda dharma, tidak
  • 00:03:55
    ada figur Sidarta, dan tidak ada sikap
  • 00:03:57
    tangan mudra yang biasa menjadi penanda
  • 00:03:59
    khas ikonografi Buddha. Ia mengatur
  • 00:04:02
    ulang fokus alat pemindai, mencoba
  • 00:04:04
    menembus lebih dalam ke lapisan bawah
  • 00:04:06
    batu. Hasilnya membuat Kenji terdiam.
  • 00:04:09
    Ada pola kaligrafi asing tersembunyi di
  • 00:04:11
    bawah salah satu relief utama. Bukan
  • 00:04:14
    huruf kanji, bukan Sanskerta. lebih
  • 00:04:16
    dekat ke huruf Arab kuno meski ia belum
  • 00:04:19
    cukup yakin. Sore mulai jatuh ketika
  • 00:04:21
    Kenji duduk di anak tangga Candi
  • 00:04:23
    menghadap ke barat. Ia menarik napas
  • 00:04:26
    panjang, mencoba menenangkan detak
  • 00:04:28
    jantungnya yang berdegup cepat. Dalam
  • 00:04:30
    catatannya, ia mulai menuliskan satu
  • 00:04:32
    pertanyaan yang menghantui benaknya.
  • 00:04:35
    Apakah mungkin Borobudur bukan Candi
  • 00:04:37
    Buddha? Pertanyaan itu seakan menyalakan
  • 00:04:40
    bara kecil di hatinya. Ia bukan tipe
  • 00:04:42
    yang cepat menyimpulkan, tapi naluri
  • 00:04:45
    ilmiahnya mengatakan bahwa ada narasi
  • 00:04:47
    sejarah yang mungkin telah dikaburkan
  • 00:04:49
    selama ratusan tahun. Malam itu, ia
  • 00:04:51
    menatap layar laptopnya, mempelajari
  • 00:04:53
    kembali cetakan trigade dari relief yang
  • 00:04:56
    telah dipindai. Kali ini ia
  • 00:04:58
    membandingkan dengan pola-pola ornamen
  • 00:05:00
    dalam arsitektur Islam awal, khususnya
  • 00:05:02
    dari kawasan Afrika Utara dan Timur
  • 00:05:04
    Tengah. Beberapa kemiripan bentuk mulai
  • 00:05:07
    terlihat. Pola bintang bersegi delapan,
  • 00:05:10
    garis simetris, dan absennya figur
  • 00:05:12
    manusia dalam panel-panel tertentu.
  • 00:05:15
    Sebuah pola yang kontras dengan semangat
  • 00:05:17
    artistik buddhis yang cenderung naratif
  • 00:05:19
    dan manusia sentris. Kenji mengusap
  • 00:05:21
    wajahnya antara lelah dan takjub. Ia
  • 00:05:25
    mulai merasa bahwa perjalanannya ini
  • 00:05:27
    akan lebih panjang dan dalam daripada
  • 00:05:29
    sekadar ekspedisi arkeologi. Ia tidak
  • 00:05:32
    tahu persis apa yang akan ditemukannya.
  • 00:05:34
    Tapi satu hal yang pasti, jejak yang
  • 00:05:36
    tersembunyi di candi ini sedang
  • 00:05:38
    memanggilnya untuk diungkap. Di luar
  • 00:05:40
    langit Yogyakarta mulai dipenuhi
  • 00:05:42
    bintang. Angin malam membawa suara
  • 00:05:44
    lembut dari kejauhan suara azan dari
  • 00:05:47
    masjid kecil di desa sekitar. Kenji
  • 00:05:49
    menoleh sekilas lalu kembali memandangi
  • 00:05:52
    layar laptopnya. Ada sesuatu yang
  • 00:05:54
    berbeda dari candi ini, pikirnya.
  • 00:05:56
    Sesuatu yang belum sepenuhnya ia pahami,
  • 00:05:58
    tapi kini mulai menggoyahkan batas
  • 00:06:00
    antara ilmu pengetahuan dan keyakinan.
  • 00:06:03
    Cahaya pagi yang lembut menyelinap di
  • 00:06:05
    antara kabut tipis pegunungan menyinari
  • 00:06:07
    permukaan batu abu-abu tua Candi
  • 00:06:09
    Borobudur. Di sela dingin udara
  • 00:06:12
    pegunungan, Kenji Nakamura berdiri diam
  • 00:06:15
    menghadap salah satu sisi candi. Matanya
  • 00:06:17
    tajam mengamati monitor tablet yang
  • 00:06:19
    terhubung dengan pemindai spektral. Alat
  • 00:06:22
    itu terus bekerja menembus pori-pori
  • 00:06:24
    batu andesit yang membentuk dinding dan
  • 00:06:27
    relief mengungkapkan apa yang tidak
  • 00:06:29
    dapat dilihat oleh mata telanjang.
  • 00:06:31
    Kenji telah berada di kompleks ini
  • 00:06:33
    selama 4 hari penuh. Ia telah memindai
  • 00:06:36
    puluhan panel relief, meneliti setiap
  • 00:06:38
    lekuk dan ukiran dengan ketekunan yang
  • 00:06:40
    hampir obsesif. Ia menyisir setiap sisi
  • 00:06:43
    bangunan dengan metode ilmiah yang
  • 00:06:45
    teliti. Mulai dari pengukuran pola
  • 00:06:47
    simetri hingga identifikasi material
  • 00:06:50
    batu. Namun justru dalam kedalaman
  • 00:06:52
    ilmiahnya ia mulai merasakan sesuatu
  • 00:06:54
    yang ganjil bahkan mengganggu. Salah
  • 00:06:57
    satu relief di sisi timur menarik
  • 00:06:59
    perhatiannya lebih dari yang lain. Bukan
  • 00:07:01
    karena keindahan ukirannya, tetapi
  • 00:07:03
    karena ketidaksesuaian yang mencolok
  • 00:07:05
    dengan gaya budhis. Ukiran itu
  • 00:07:07
    menggambarkan pola bintang bersudut
  • 00:07:09
    delan tersusun dalam lingkaran geometris
  • 00:07:12
    dengan garis-garis melintang yang
  • 00:07:13
    sempurna secara matematis. Tak ada figur
  • 00:07:16
    manusia atau makhluk mitologis seperti
  • 00:07:19
    yang lazim dijumpai dalam relief
  • 00:07:20
    Mahayana. Tidak ada roda dharma, tidak
  • 00:07:23
    ada bodatva, hanya bentuk-bentuk abstrak
  • 00:07:26
    yang sangat terstruktur mengingatkannya
  • 00:07:28
    pada motif arabesk yang pernah ia lihat
  • 00:07:31
    di reruntuhan Andalusia, Spanyol
  • 00:07:33
    beberapa tahun lalu. Ia memanggil
  • 00:07:35
    asisten lokalnya, seorang mahasiswa
  • 00:07:37
    arkeologi bernama Dwi untuk memotret
  • 00:07:40
    detail relief tersebut dari berbagai
  • 00:07:41
    sudut. Kenji kemudian mengunggah data ke
  • 00:07:44
    perangkat lunaknya dan mulai
  • 00:07:46
    menganalisis pola-pola itu. Semakin ia
  • 00:07:48
    perbesar, semakin jelas bahwa bentuknya
  • 00:07:50
    bukan sekadar dekorasi, melainkan pola
  • 00:07:53
    yang memiliki fungsi atau makna
  • 00:07:55
    tertentu. Keesokan harinya, ia menemukan
  • 00:07:57
    sesuatu yang lebih mengejutkan. Saat
  • 00:08:00
    memindai bagian tengah lantai tingkat
  • 00:08:01
    ketiga, Candy Kenji menemukan adanya
  • 00:08:04
    struktur bayangan bawah tanah yang
  • 00:08:06
    membentuk garis lurus membentang ke arah
  • 00:08:08
    barat laut. Ia menyelaraskan data itu
  • 00:08:11
    dengan kompas digital lalu memeriksa
  • 00:08:13
    kembali dengan aplikasi perhitungan arah
  • 00:08:15
    kiblat. Hasilnya membuat jantungnya
  • 00:08:17
    berdegup cepat. Garis itu mengarah
  • 00:08:19
    nyaris tepat ke Ka'bah di Makkah. Ia
  • 00:08:21
    memeriksa ulang tiga kali. Setiap kali
  • 00:08:23
    hasilnya tetap sama. Kenji menatap layar
  • 00:08:26
    dengan napas tertahan. Dalam pikirannya
  • 00:08:29
    ia bergulat antara skeptisisme dan rasa
  • 00:08:31
    ingin tahu yang membuncah. Ini bukan
  • 00:08:34
    sekadar kebetulan arsitektural.
  • 00:08:36
    Dalam dunia arkeologi, arah bangunan
  • 00:08:38
    selalu punya makna. Entah itu menuju
  • 00:08:41
    matahari terbit, ke arah dewa tertentu,
  • 00:08:43
    atau tempat sakral lainnya. Tapi
  • 00:08:46
    Borobudur, candi yang selama ini
  • 00:08:48
    dipercaya sebagai tempat suci Buddha
  • 00:08:50
    justru memiliki orientasi tersembunyi ke
  • 00:08:52
    arah kiblat. Ia duduk di anak tangga
  • 00:08:55
    batu yang dingin membiarkan pikirannya
  • 00:08:57
    melayang. Kenji mengingat kembali
  • 00:08:59
    pelajaran sejarah dan agama di
  • 00:09:01
    universitas dulu. Dalam arsitektur
  • 00:09:03
    Islam, bentuk bintang bersudut delan
  • 00:09:06
    adalah simbol kesempurnaan, lambang
  • 00:09:08
    keseimbangan antara dunia dan akhirat.
  • 00:09:10
    Ia pun teringat bahwa seni Islam awal
  • 00:09:12
    sangat menolak penggambaran makhluk
  • 00:09:14
    hidup sehingga seni mereka berkembang
  • 00:09:17
    dalam pola geometri yang rumit dan penuh
  • 00:09:19
    makna. Di tengah lamunannya, angin
  • 00:09:21
    berhembus lembut membawa aroma tanah
  • 00:09:23
    basah dan dedaunan. Ia menatap langit
  • 00:09:25
    biru pucat di atas tupa-upa batu yang
  • 00:09:28
    menjulang diam. Candi ini pikirnya
  • 00:09:31
    seperti menyimpan suara yang sudah lama
  • 00:09:33
    dibungkam. Ia tak tahu suara itu berasal
  • 00:09:36
    dari siapa. Tapi ia yakin ada sesuatu
  • 00:09:39
    yang belum terungkap sepenuhnya. Hari
  • 00:09:42
    berikutnya ia kembali ke relief yang
  • 00:09:44
    dipinda kemarin. Kali ini ia menggunakan
  • 00:09:47
    pemindai intensitas tinggi mencoba
  • 00:09:50
    melihat apakah ada lapisan bawah ukiran
  • 00:09:52
    asli yang tertutup oleh pahatan baru.
  • 00:09:54
    Dan benar saja, di bawah permukaan
  • 00:09:56
    terdapat pola yang sangat berbeda dari
  • 00:09:58
    ukiran buddhis. Ada bentuk lingkaran
  • 00:10:01
    dengan kaligrafi samar yang belum bisa
  • 00:10:03
    ia baca. Bentuknya menyerupai kufi awal,
  • 00:10:06
    salah satu gaya tulisan Arab tertua yang
  • 00:10:08
    kaku dan geometris. Tidak lengkap, tidak
  • 00:10:12
    utuh, namun cukup untuk membuat Kenji
  • 00:10:14
    terdiam lama di depan layar. Ia mulai
  • 00:10:17
    mencatat semuanya dalam buku jurnal
  • 00:10:19
    kulit coklatnya. Setiap temuan, setiap
  • 00:10:21
    simbol, setiap pertanyaan yang muncul,
  • 00:10:23
    semakin banyak ia temukan, semakin besar
  • 00:10:25
    kebingungan yang menjalar. Apakah
  • 00:10:28
    sejarah telah disusun berdasarkan narasi
  • 00:10:30
    politik? Apakah candi ini dulunya
  • 00:10:32
    merupakan bangunan suci yang tak ada
  • 00:10:34
    kaitannya dengan Buddhisme? Ataukah ada
  • 00:10:36
    sinkretisme yang lebih rumit terjadi di
  • 00:10:38
    masa lalu yang tak tercatat?
  • 00:10:40
    Kenji menatap kembali relief yang kini
  • 00:10:42
    terpampang di layar. Ukiran batu itu
  • 00:10:45
    berdiri sebagai saksi bisu dari
  • 00:10:47
    peradaban yang mungkin telah ditafsirkan
  • 00:10:49
    ulang, dibentuk ulang oleh generasi
  • 00:10:52
    setelahnya. Ia tak bisa menarik
  • 00:10:54
    kesimpulan cepat. Ia masih butuh lebih
  • 00:10:57
    banyak bukti, lebih banyak pemahaman.
  • 00:10:59
    Tapi satu hal kini menjadi jelas
  • 00:11:01
    baginya. Borobudur bukan hanya candi. Ia
  • 00:11:04
    adalah misteri sejarah yang rumit, penuh
  • 00:11:06
    lapisan makna yang saling menutupi. Dan
  • 00:11:08
    di balik lapisan itu, Kenji merasakan
  • 00:11:10
    ada sesuatu yang hendak berbicara
  • 00:11:12
    padanya. Bukan hanya sebagai ilmuan,
  • 00:11:14
    tapi sebagai manusia yang sedang mencari
  • 00:11:16
    makna lebih dalam dari sekadar fakta.
  • 00:11:19
    Sebuah suara yang memanggilnya perlahan
  • 00:11:21
    namun pasti menuju arah yang belum
  • 00:11:23
    pernah ia bayangkan sebelumnya. Langit
  • 00:11:25
    Yogyakarta mendung ketika Kenji duduk di
  • 00:11:28
    sebuah kafe kecil yang tersembunyi di
  • 00:11:30
    antara ganggang sempit kawasan Bulak
  • 00:11:31
    Sumur. Wajahnya tertunduk. Dahi berkerut
  • 00:11:35
    menatap layar laptop dengan pandangan
  • 00:11:37
    penuh tanya. Hasil pemindaian relief
  • 00:11:39
    Borobudur yang ditampilkan di layar
  • 00:11:41
    terasa semakin membingungkannya. Garis
  • 00:11:43
    geometris, arah kiblat, dan
  • 00:11:45
    simbol-simbol yang tak sesuai dengan
  • 00:11:47
    narasi buddhisme Mahayana. Semua itu
  • 00:11:49
    seakan menuntut jawaban yang tak bisa ia
  • 00:11:51
    temukan sendirian. Ia menyesap kopi
  • 00:11:53
    hitam yang mulai mendingin saat seorang
  • 00:11:55
    pria muda berwajah teduh masuk ke dalam
  • 00:11:58
    kafe. Ia mengenakan kemeja biru langit
  • 00:12:01
    dan celana kain gelap. Pria itu membawa
  • 00:12:04
    tas jinjing yang tampak berat oleh
  • 00:12:06
    buku-buku. Dengan senyum hangat, ia
  • 00:12:08
    menghampiri Kenji dan menjabat tangan
  • 00:12:10
    dengan penuh hormat. "Kenjian, saya
  • 00:12:13
    Rasid," ucapnya dalam bahasa Inggris
  • 00:12:15
    yang fasih diselingi logat Jawa yang
  • 00:12:17
    lembut. "Maaf terlambat, jalanan macet
  • 00:12:19
    karena hujan." Kenji berdiri dan
  • 00:12:22
    membalas jabat tangannya. Terima kasih
  • 00:12:24
    sudah meluangkan waktu, Rasid San. Saya
  • 00:12:27
    benar-benar butuh sudut pandang lokal
  • 00:12:29
    yang berbeda. Rasid tertawa kecil. Saya
  • 00:12:32
    tidak tahu apakah bisa membantu, tapi
  • 00:12:34
    saya akan mencoba. Anda menyebutkan di
  • 00:12:37
    email bahwa Anda menemukan pola-pola
  • 00:12:39
    aneh pada relief Borobudur. Kenji
  • 00:12:41
    mengangguk. Ia memutar layar laptopnya
  • 00:12:43
    dan mulai menjelaskan temuannya tentang
  • 00:12:46
    orientasi struktur yang mengarah ke
  • 00:12:48
    kiblat, tentang simbol-simbol geometris
  • 00:12:50
    yang lebih mirip seni Islam awal
  • 00:12:52
    daripada buddhisme dan bahkan bayangan
  • 00:12:54
    kaligrafi Kufi di bawah relief utama.
  • 00:12:57
    Rasyid menyimak dengan seksama sesekali
  • 00:12:59
    mengangguk dan menyela dengan pertanyaan
  • 00:13:01
    singkat yang tajam. Wajahnya berubah
  • 00:13:04
    serius saat melihat salah satu hasil
  • 00:13:05
    pemindaian Kenji. "Ini menarik sekali,"
  • 00:13:08
    kumamnya. "Sangat tidak biasa, tapi
  • 00:13:11
    tidak mustahil. Maksud Anda tanya Kenji.
  • 00:13:14
    Rasyid menyandarkan tubuhnya ke kursi
  • 00:13:16
    dan menarik napas. Dalam sebagian besar
  • 00:13:19
    orang bahkan sejarawan menerima narasi
  • 00:13:21
    bahwa Islam masuk ke Nusantara pada abad
  • 00:13:23
    ke-13 melalui pedagang Gujarat. Tapi itu
  • 00:13:26
    hanya satu versi. Ada teori lain. Teori
  • 00:13:29
    yang lebih tua dan lebih dalam. Teori
  • 00:13:31
    bahwa Islam sudah dikenal jauh sebelum
  • 00:13:33
    itu. Bahkan mungkin sebelum ajaran Hindu
  • 00:13:35
    Buddha mendominasi. Kenji menatapnya tak
  • 00:13:38
    percaya sebelum Hindu Buddha. Tapi
  • 00:13:41
    bukankah Borobudur dibangun sekitar abad
  • 00:13:43
    ke-el atau kees9? Benar," jawab Rasyid
  • 00:13:47
    sambil membuka sebuah buku dari tasnya.
  • 00:13:49
    Ia menunjukkan halaman yang memuat
  • 00:13:51
    catatan kuno dari penjelajah Arab yang
  • 00:13:54
    mengunjungi wilayah Sumatera pada abad
  • 00:13:56
    keetu. Dalam catatan mereka, wilayah ini
  • 00:13:59
    disebut Zabak atau Serza dan disebutkan
  • 00:14:02
    bahwa penduduknya memiliki kepercayaan
  • 00:14:04
    kepada satu Tuhan, tidak menyembah
  • 00:14:06
    berhala. Tentu itu bukan ciri ajaran
  • 00:14:08
    Hindu atau Buddha. Kenji membungkuk
  • 00:14:10
    lebih dekat, menatap baris-baris tulisan
  • 00:14:12
    Arab dan terjemahan di bawahnya. Tapi
  • 00:14:14
    kenapa narasi ini tidak populer? Karena
  • 00:14:17
    sejarah ditulis oleh mereka yang menang,
  • 00:14:18
    kata Rasyid Belan, kerajaan-kerajaan
  • 00:14:21
    besar yang meninggalkan prasasti adalah
  • 00:14:23
    kerajaan Hindu dan Buddha. Sementara
  • 00:14:25
    komunitas tauhid yang mungkin lebih
  • 00:14:26
    kecil tidak punya sistem dokumentasi
  • 00:14:28
    besar. Ketika mereka hilang atau
  • 00:14:31
    tergantikan, peninggalan mereka terkubur
  • 00:14:33
    atau diubah maknanya. Kenji memejamkan
  • 00:14:36
    mata sejenak mencoba mencerna informasi
  • 00:14:38
    itu. Jadi, Anda tidak menganggap
  • 00:14:41
    mustahil bahwa Borobudur dulunya bukan
  • 00:14:43
    Candi Buddha? Saya tidak mengatakan
  • 00:14:45
    pasti," jawab Rasid hati-hati. Tapi
  • 00:14:48
    bukti-bukti yang Anda tunjukkan membuka
  • 00:14:50
    ruang kemungkinan. Jika benar ada
  • 00:14:52
    unsur-unsur awal Islam di dalamnya, maka
  • 00:14:54
    bisa jadi Borobudur pernah menjadi
  • 00:14:56
    tempat suci yang lebih tua dari yang
  • 00:14:58
    kita kira.
  • 00:15:00
    Atau bisa jadi candi ini berdiri di atas
  • 00:15:03
    situs yang sebelumnya sudah sakral dalam
  • 00:15:05
    tradisi tauhid. Suara hujan mulai
  • 00:15:08
    terdengar dari atap seng Cafe. Kenji
  • 00:15:11
    menatap keluar. Pikirannya jauh
  • 00:15:13
    melayang. Rasid menyesap kopinya lalu
  • 00:15:15
    menambahkan, "Anda tahu dalam arkeologi
  • 00:15:18
    kita sering terjebak pada kebiasaan
  • 00:15:20
    berpikir linier. Padahal sejarah tak
  • 00:15:22
    selalu berjalan lurus. Kadang ia
  • 00:15:25
    berkelok menghapus jejak lalu
  • 00:15:26
    meninggalkan petunjuk samar untuk
  • 00:15:29
    generasi yang berani bertanya ulang.
  • 00:15:31
    Kenji mengangguk perlahan. Kata-kata itu
  • 00:15:33
    menghantam hatinya. Ia datang ke
  • 00:15:35
    Yogyakarta sebagai ilmu mencari data,
  • 00:15:38
    mencari pola. Tapi kini ia mulai merasa
  • 00:15:40
    bahwa pencariannya telah beralih arah.
  • 00:15:42
    Ia bukan hanya membongkar batu tua dan
  • 00:15:45
    simbol kunung, tapi juga menggali ulang
  • 00:15:48
    makna sejarah dan keyakinan. Pertemuan
  • 00:15:50
    itu berakhir menjelang sore. Rasid
  • 00:15:53
    memberikan beberapa salinan manuskrip
  • 00:15:54
    kuno dan catatan pribadinya kepada
  • 00:15:57
    Kenji. Sebelum berpisah, ia berkata,
  • 00:16:00
    "Jika Anda benar-benar ingin memahami
  • 00:16:01
    jejak tauhid di Nusantara, Anda harus
  • 00:16:04
    melihat lebih luas. Jangan hanya melihat
  • 00:16:06
    Borobudur. Cobalah menelusuri
  • 00:16:08
    jejak-jejak di Sumatera, Kalimantan,
  • 00:16:10
    bahkan Sulawesi. Tapi berhati-hatilah,
  • 00:16:13
    Kenjian. Kebenaran sejarah terkadang
  • 00:16:15
    membuat orang gelisah." Kenji tersenyum
  • 00:16:17
    kecil. Saya bukan pemburu sensasi Rasid
  • 00:16:20
    San. Saya hanya ingin tahu siapa yang
  • 00:16:22
    membangun tempat ini dan untuk siapa.
  • 00:16:25
    Ketika ia kembali ke hotel malam itu,
  • 00:16:27
    Kenji membawa lebih dari sekadar catatan
  • 00:16:29
    baru. Ia membawa satu perspektif segar,
  • 00:16:32
    satu arah baru dalam pencariannya. Dan
  • 00:16:34
    untuk pertama kalinya, sejak ia
  • 00:16:36
    menginjakkan kaki di Indonesia, ia mulai
  • 00:16:39
    merasakan sesuatu yang lebih dalam dari
  • 00:16:41
    sekadar rasa ingin tahu ilmiah. Ia
  • 00:16:43
    merasakan panggilan batin yang halus
  • 00:16:45
    namun kuat. Sesuatu yang mengarahkannya
  • 00:16:48
    perlahan namun pasti pada kebenaran yang
  • 00:16:51
    mungkin telah lama disembunyikan dalam
  • 00:16:53
    batu dan waktu. Langit pagi di Solo
  • 00:16:55
    tampak pucat. Tertutup awan kelabu yang
  • 00:16:58
    menggantung berat. Udara lembab
  • 00:17:00
    menyelimuti kota seolah menahan nafas
  • 00:17:02
    bersama rahasia-rahasia yang terkubur
  • 00:17:04
    dalam waktu. Di balik dinding tua
  • 00:17:06
    perpustakaan daerah yang terletak tak
  • 00:17:08
    jauh dari kompleks keraton Surakarta.
  • 00:17:10
    Kenji berdiri dalam diam memandangi
  • 00:17:12
    arsitektur bangunan kolonial yang telah
  • 00:17:14
    kusam dimakan usia. Pintu kayu besar di
  • 00:17:17
    depannya berderit pelan saat Rasid
  • 00:17:19
    mendorongnya masuk. Perpustakaan itu
  • 00:17:21
    sunyi seperti dunia yang terputus dari
  • 00:17:23
    hiruk pikuk modern. Aroma kayu tua dan
  • 00:17:26
    kertas menguar di udara. Rak-rak tinggi
  • 00:17:29
    menjulang hingga ke langit-langit.
  • 00:17:30
    Memuat ribuan buku dan manuskrip kuno
  • 00:17:33
    yang tertata rapi dalam katalog manual
  • 00:17:35
    yang usang. Seorang pustakawan tua
  • 00:17:37
    menyambut mereka dengan anggukan pelan
  • 00:17:39
    tanpa banyak bicara lalu membimbing
  • 00:17:41
    mereka ke ruangan di bagian belakang.
  • 00:17:43
    tempat dokumen-dokumen paling tua dan
  • 00:17:45
    langka disimpan. Rasyid sudah meminta
  • 00:17:47
    izin sebelumnya untuk mengakses koleksi
  • 00:17:50
    manuskrip yang ditulis dalam aksara Jawa
  • 00:17:52
    kuno dan sanskta. Ia tahu pasti apa yang
  • 00:17:55
    ingin ia cari. Dalam keheningan yang
  • 00:17:57
    penuh takzim, ia menurunkan sebuah
  • 00:18:00
    bundel naskah dari rak kaca. Manuskrip
  • 00:18:03
    itu terikat dengan benang kasar.
  • 00:18:05
    Halaman-halamannya menguning dengan tepi
  • 00:18:07
    yang sudah mulai rapuh. Ini dari abad
  • 00:18:10
    ke-10. Bisik Rasyid membuka perlahan
  • 00:18:13
    salah satu halaman yang ditulis dengan
  • 00:18:14
    tangan. Manuskrip ini disebut Serat Bumi
  • 00:18:17
    Arga. Ini semacam catatan spiritual
  • 00:18:20
    tentang pembangunan tempat suci di tanah
  • 00:18:22
    pegunungan. Kemungkinan besar di wilayah
  • 00:18:25
    Kedu, Kenji menunduk menatap baris-baris
  • 00:18:27
    aksara yang asing baginya. Ia hanya bisa
  • 00:18:29
    mengandalkan terjemahan rasid yang pelan
  • 00:18:31
    dan penuh kehati-hatian. Di sini
  • 00:18:34
    tertulis tentang bangunan yang dibangun
  • 00:18:35
    di atas tanah yang dijanjikan oleh para
  • 00:18:38
    leluhur dari arah matahari terbenam,
  • 00:18:40
    kata Rasid. Ia menunjuk satu bagian
  • 00:18:42
    dengan jari telunjuknya. Dan ini bagian
  • 00:18:45
    menariknya. Disebutkan bahwa bangunan
  • 00:18:48
    itu dibangun meniru bentuk Baitul
  • 00:18:50
    Makmur, tempat suci di atas langit
  • 00:18:52
    sejajar dengan Ka'bah di bumi. Kenji
  • 00:18:54
    mengerutkan kening. Baitul Makmur. Saya
  • 00:18:58
    pernah membaca istilah itu di literatur
  • 00:19:00
    Islam, tempat ibadah para malaikat di
  • 00:19:02
    langit bukan? Rasid mengangguk. Benar.
  • 00:19:06
    Dan tidak ada alasan bagi istilah itu
  • 00:19:08
    muncul dalam konteks naskah Hindu
  • 00:19:10
    Buddha. Ini sangat tidak biasa. Istilah
  • 00:19:13
    ini sangat spesifik berasal dari
  • 00:19:15
    kosmologi Islam. Kenji merasakan bulu
  • 00:19:18
    kuduknya meremang. Ia duduk, matanya
  • 00:19:21
    terus menelusuri naskah itu. Meskipun
  • 00:19:24
    tak bisa membacanya, ia merasa seakan
  • 00:19:26
    halaman-halaman itu sedang berbicara
  • 00:19:29
    langsunganya. Sejarah yang selama ini
  • 00:19:31
    dibungkam kini mulai membuka diri
  • 00:19:33
    perlahan menyapa lewat kata-kata yang
  • 00:19:36
    terpendam selama
  • 00:19:37
    berabad-abad. Rasid terus membaca
  • 00:19:40
    menerjemahkan bagian demi bagian. Ada
  • 00:19:42
    catatan tentang bagaimana bangunan itu
  • 00:19:44
    dibuat dengan bahan batu gunung di tanah
  • 00:19:47
    yang disebut sebagai bumi lava yang
  • 00:19:49
    diberkahi. Ada pula petunjuk arah mata
  • 00:19:51
    angin yang menunjukkan bahwa bangunan
  • 00:19:53
    itu tidak menghadap ke timur seperti
  • 00:19:55
    kebanyakan tempat ibadah Hindu Buddha,
  • 00:19:58
    tetapi mengarah ke barat laut. Arah yang
  • 00:20:00
    sejalan dengan hasil pemindaian kenji di
  • 00:20:03
    Borobudur. Ini semakin memperkuat dugaan
  • 00:20:05
    bahwa Borobudur mungkin menyimpan jejak
  • 00:20:08
    ajaran tauhid yang lebih tua," ucap
  • 00:20:10
    Rasyid. Suaranya nyaris seperti gumaman.
  • 00:20:12
    Dan jika benar bangunan itu dibangun
  • 00:20:14
    berdasarkan inspirasi Baitul Makmur,
  • 00:20:17
    maka kita sedang berdiri di tengah
  • 00:20:19
    sejarah yang sengaja dilupakan. Kenji
  • 00:20:22
    memejamkan mata, membiarkan semuanya
  • 00:20:24
    meresap. Ia membayangkan tangan-tangan
  • 00:20:26
    tua yang menulis naskah ini. Para
  • 00:20:28
    penulis yang hidup dalam bayang-bayang
  • 00:20:30
    pergeseran kekuasaan dan dominasi
  • 00:20:32
    budaya. Mungkin mereka tidak pernah
  • 00:20:34
    membayangkan bahwa 1000 tahun kemudian
  • 00:20:36
    seorang ilmuwan Jepang akan membaca
  • 00:20:38
    kembali kisah yang mereka torehkan.
  • 00:20:40
    "Apakah kita bisa memastikan bahwa ini
  • 00:20:42
    merujuk pada Borobudur?" tanya Kenji.
  • 00:20:45
    Akhirnya Rasid menggeleng perlahan.
  • 00:20:48
    Tidak secara eksplisit, tapi terlalu
  • 00:20:51
    banyak petunjuk yang mengarah ke sana.
  • 00:20:53
    Lokasinya, bentuk bangunannya, struktur
  • 00:20:56
    bertingkat, penggunaan batu vulkanik,
  • 00:20:58
    dan arah orientasinya semua cocok.
  • 00:21:01
    Satu-satunya yang tidak cocok hanyalah
  • 00:21:03
    narasi resmi sejarah. Di luar hujan
  • 00:21:06
    mulai turun perlahan, menciptakan irama
  • 00:21:08
    lembut di atap seng perpustakaan.
  • 00:21:11
    Suasana dalam ruangan itu seakan membeku
  • 00:21:13
    dalam waktu. Kenji menatap kembali
  • 00:21:16
    manuskrip tua itu kini dengan pandangan
  • 00:21:18
    berbeda. Ia tak lagi melihatnya sebagai
  • 00:21:21
    teks arkeologis belaka.
  • 00:21:23
    Tapi sebagai bisikan masa lalu yang tak
  • 00:21:25
    rela dilupakan begitu
  • 00:21:26
    saja. Sebelum mereka pergi, Kenji
  • 00:21:29
    memotret bagian penting manuskrip itu
  • 00:21:31
    dengan izin khusus. Ia tahu potongan
  • 00:21:34
    informasi ini adalah bagian dari
  • 00:21:35
    teka-teki besar yang selama ini ia cari.
  • 00:21:38
    Tapi ia juga sadar semakin dalam ia
  • 00:21:40
    menyelami jejak-jejak ini, semakin besar
  • 00:21:43
    pula risiko yang akan ia hadapi. Baik
  • 00:21:46
    dalam reputasi ilmiah maupun dalam
  • 00:21:48
    pergulatan batinnya sendiri. Namun
  • 00:21:50
    sesuatu dalam dirinya kini telah
  • 00:21:52
    berubah. Ia tak bisa lagi menutup mata.
  • 00:21:55
    Karena sekali seseorang membuka pintu
  • 00:21:57
    sejarah yang sebenarnya tidak ada jalan
  • 00:22:00
    untuk kembali. Dan Kenji mulai memahami
  • 00:22:02
    bahwa pencariannya bukan hanya tentang
  • 00:22:04
    candi, bukan hanya tentang ukiran atau
  • 00:22:07
    arah mata angin. Ini adalah perjalanan
  • 00:22:09
    menuju sebuah kebenaran yang lebih
  • 00:22:11
    tinggi. Sebuah cahaya yang selama ini
  • 00:22:13
    tersembunyi di balik batu dan kata.
  • 00:22:15
    Ruang konferensi di Pusat Kebudayaan
  • 00:22:17
    Jakarta Sore itu dipenuhi oleh puluhan
  • 00:22:19
    akademisi, arkeolog, dan sejarawan dari
  • 00:22:22
    berbagai universitas dalam dan luar
  • 00:22:24
    negeri. Lampu-lampu putih terang
  • 00:22:25
    menggantung dari langit-langit tinggi
  • 00:22:27
    memantulkan cahaya ke layar proyektor
  • 00:22:30
    yang kini menampilkan slide terakhir
  • 00:22:31
    presentasi Kenji. Di balik podium, pria
  • 00:22:34
    Jepang itu berdiri tegak mengenakan
  • 00:22:36
    setelan abu-abu yang rapi. Meskipun Rona
  • 00:22:39
    gelisah, jelas tergambar di wajahnya,
  • 00:22:41
    dengan suara tenang namun bergetar, ia
  • 00:22:43
    mengakhiri paparannya. Kesimpulan awal
  • 00:22:45
    saya bukanlah sebuah kebenaran mutlak,
  • 00:22:47
    melainkan ajakan untuk membuka kembali
  • 00:22:49
    wacana sejarah yang terlalu lama dikunci
  • 00:22:51
    oleh satu narasi tunggal. Saya percaya
  • 00:22:54
    Borobudur bukan semata-mata monumen
  • 00:22:56
    Buddha. Ia menyimpan lapisan-lapisan
  • 00:22:58
    sejarah yang mengarah pada bentuk
  • 00:23:00
    spiritualitas tauhid yang lebih tua,
  • 00:23:02
    lebih dalam, dan mungkin lebih mendasar
  • 00:23:06
    bagi peradaban awal Nusantara. Hening.
  • 00:23:09
    Sesaat kemudian suara bisik-bisik
  • 00:23:11
    memenuhi ruangan. Seorang profesor dari
  • 00:23:13
    Universitas ternama di Jakarta berusia
  • 00:23:16
    lanjut berkacamata tebal mengangkat
  • 00:23:18
    tangan. "Saudara Kenji," katanya dengan
  • 00:23:20
    nada datar namun tajam. "Apakah Anda
  • 00:23:23
    menyadari betapa berbahayanya pernyataan
  • 00:23:26
    Anda? Anda datang dari luar negeri,
  • 00:23:29
    menginjakkan kaki di negeri kami, lalu
  • 00:23:32
    menyampaikan teori tak berdasar yang
  • 00:23:34
    justru mengaburkan fakta-fakta
  • 00:23:36
    arkeologis yang telah mapan selama
  • 00:23:38
    puluhan tahun. Ini bukan sekadar wacana,
  • 00:23:41
    ini pengaburan sejarah. Beberapa hadirin
  • 00:23:43
    mengangguk setuju. Satu suara menyusul,
  • 00:23:46
    lalu yang lain. Tuduhan demi tuduhan
  • 00:23:48
    dilontarkan. Teori konspirasi,
  • 00:23:50
    manipulasi data, bahkan insinuasi bahwa
  • 00:23:53
    Kenji membawa agenda tersembunyi.
  • 00:23:56
    Seseorang bahkan berdiri dan berkata
  • 00:23:57
    lantang, "Ini cara baru menjajah sejarah
  • 00:23:59
    bangsa kami." Kenji berdiri kaku. Ia
  • 00:24:02
    mencoba menahan gejolak di dadanya. Saya
  • 00:24:05
    tidak pernah berniat menjajah sejarah
  • 00:24:06
    siapun. Justru saya ingin
  • 00:24:08
    membebaskannya," jawabnya pelan. Namun
  • 00:24:10
    kata-katanya seakan tenggelam. Rasid
  • 00:24:13
    yang duduk di barisan belakang melihat
  • 00:24:14
    wajah Kenji mulai suram. Ia tahu momen
  • 00:24:17
    ini akan datang. Menantang narasi
  • 00:24:19
    dominan berarti menantang sistem yang
  • 00:24:21
    selama ini menjaga kenyamanan banyak
  • 00:24:23
    pihak. Dan Kenji telah melangkah terlalu
  • 00:24:25
    jauh. Usai sesi itu, Kenji turun dari
  • 00:24:28
    podium tanpa tepuk tangan. Beberapa
  • 00:24:30
    peserta menolak menyalami tangannya
  • 00:24:32
    sementara yang lain hanya melirik dengan
  • 00:24:34
    sinis. Di luar ruang konferensi, suara
  • 00:24:37
    hujan mulai turun, seolah menyambut
  • 00:24:39
    kegundahan yang tak bisa ia ungkapkan
  • 00:24:41
    dengan kata-kata. Mereka berdua duduk di
  • 00:24:44
    sebuah bangku taman kecil tak jauh dari
  • 00:24:46
    gedung utama. Kenji menatap langit
  • 00:24:48
    Jakarta yang kelabu seraya menghela
  • 00:24:50
    napas panjang. "Apakah aku salah,
  • 00:24:52
    Rasid?" tananya lirih. "Mereka
  • 00:24:55
    memperlakukanku seperti musuh, padahal
  • 00:24:58
    aku hanya ingin mencari kebenaran."
  • 00:25:00
    Rasid menatapnya dengan mata tenang.
  • 00:25:02
    Tidak semua orang siap menerima
  • 00:25:04
    kebenaran, Kenji. Terutama jika
  • 00:25:06
    kebenaran itu mengguncang akar identitas
  • 00:25:09
    mereka. Kau menyentuh wilayah yang
  • 00:25:11
    sangat sensitif. Sejarah bukan sekadar
  • 00:25:14
    catatan masa lalu. Ia telah menjadi
  • 00:25:16
    pondasi kebanggaan bahkan alat
  • 00:25:19
    kekuasaan. Tapi aku membawa data, aku
  • 00:25:22
    membawa bukti. Aku bukan berbicara tanpa
  • 00:25:25
    dasar. Kenji membela diri nyaris seperti
  • 00:25:28
    anak kecil yang tak dimengerti. Bukti
  • 00:25:31
    tak akan cukup jika orang menolaknya
  • 00:25:33
    sejak awal," jawab Rasid pelan. Ingat,
  • 00:25:35
    bahkan Galileo pun dijatuhi hukuman
  • 00:25:38
    karena menyampaikan kebenaran yang tak
  • 00:25:39
    sesuai dengan kepercayaan dominan. Kenji
  • 00:25:42
    tertunduk. Bayangan tentang manuskrip
  • 00:25:44
    tua di Solo, relief aneh di Borobudur,
  • 00:25:47
    hingga istilah Baitul Makmur yang masih
  • 00:25:49
    menggema di pikirannya kini terasa jauh.
  • 00:25:52
    Seakan semuanya tidak berarti jika dunia
  • 00:25:54
    tak mau mendengarkan. Namun di sela
  • 00:25:56
    keputusasaan itu ada sesuatu yang
  • 00:25:58
    menyala perlahan dalam dirinya. Sebuah
  • 00:26:01
    bisikan lembut yang tak berasal dari
  • 00:26:03
    suara luar, tapi dari dalam hatinya
  • 00:26:05
    sendiri. Ia tak lagi hanya mencari
  • 00:26:08
    kebenaran sebagai seorang ilmuwan. Kini
  • 00:26:11
    pencariannya telah menjadi lebih
  • 00:26:12
    pribadi,
  • 00:26:14
    lebih mulai bertanya-tanya, "Apakah ada
  • 00:26:17
    yang lebih besar dari sekadar
  • 00:26:18
    pengetahuan?"
  • 00:26:21
    Katanya akhirnya jika bukan untuk mereka
  • 00:26:24
    maka mungkin aku harus menyampaikan ini
  • 00:26:26
    untuk diriku sendiri. Rasyid menatapnya
  • 00:26:28
    lekatlekat lalu tersenyum. Itu kalimat
  • 00:26:32
    dari seorang pencari sejati. Hujan
  • 00:26:34
    berhenti, langit masih mendung, tapi
  • 00:26:36
    angin mulai bergerak lembut membawa
  • 00:26:38
    aroma tanah basah yang menenangkan.
  • 00:26:40
    Kenji menatap kejauhan. Dalam dadanya
  • 00:26:44
    ada luka karena penolakan, tapi juga ada
  • 00:26:46
    tekad baru yang mulai tumbuh. Ia mungkin
  • 00:26:49
    telah ditolak oleh komunitas ilmiah,
  • 00:26:51
    tapi tidak oleh nuraninya sendiri. Dan
  • 00:26:54
    mungkin di antara lapisan-lapisan
  • 00:26:56
    sejarah yang terkubur itu, ia akan
  • 00:26:58
    menemukan lebih dari sekadar catatan
  • 00:27:00
    masa lalu. Ia akan menemukan dirinya.
  • 00:27:04
    Angin malam Jakarta berembus lembut
  • 00:27:06
    melalui jendela hotel membawa serta
  • 00:27:08
    desahan kota yang mulai mereda.
  • 00:27:11
    Lampu-lampu dari gedung pencakar langit
  • 00:27:13
    memantul di permukaan kaca menciptakan
  • 00:27:16
    bayangan-bayangan aneh yang menari. Di
  • 00:27:18
    dinding kamar, Kenji duduk termenung di
  • 00:27:20
    tepi ranjang masih mengenakan kemeja
  • 00:27:22
    putih yang kini kusut. Di meja kecil di
  • 00:27:25
    samping tempat tidurnya, berkas-berkas
  • 00:27:27
    presentasi dan catatan manuskrip dari
  • 00:27:29
    Solo berserakan seakan menunggu untuk
  • 00:27:32
    dipahami kembali. Tubuhnya lelah, tapi
  • 00:27:34
    pikirannya terus berputar. Konferensi
  • 00:27:37
    tadi siang telah menguras semua
  • 00:27:38
    tenaganya, bukan hanya fisik, tapi juga
  • 00:27:41
    jiwa. Penolakan, cibiran, bahkan tuduhan
  • 00:27:43
    yang tak masuk akal masih terengiang di
  • 00:27:45
    kepalanya. Ia merasa seperti berdiri
  • 00:27:48
    sendirian di tengah lautan yang menolak
  • 00:27:50
    kebenaran. Dalam diam, ia menatap langit
  • 00:27:52
    malam di luar jendela lalu akhirnya
  • 00:27:55
    memejamkan mata berharap tidur bisa
  • 00:27:57
    membawanya pergi sejenak dari kenyataan
  • 00:27:59
    yang berat. Namun malam itu bukan malam
  • 00:28:02
    biasa. Dalam tidurnya yang lelap, Kenji
  • 00:28:05
    seakan ditarik masuk ke dalam ruang yang
  • 00:28:07
    asing, namun terasa akrab. Ia berdiri di
  • 00:28:10
    tengah sebuah bangunan besar berbentuk
  • 00:28:12
    bundar bertingkat-tingkat dengan relief
  • 00:28:14
    yang mengelilingi tiap dindingnya.
  • 00:28:17
    Bangunan itu sangat mirip dengan
  • 00:28:18
    Borobudur, namun berbeda. Tidak ada
  • 00:28:21
    wisatawan, tidak ada suara manusia.
  • 00:28:23
    Hanya keheningan yang damai seperti
  • 00:28:25
    berada di luar waktu. Udara di tempat
  • 00:28:28
    itu sejuk tapi bukan dingin yang
  • 00:28:29
    menggigit. Langit di atasnya berwarna
  • 00:28:32
    keemasan tanpa matahari, namun terang.
  • 00:28:36
    Kenji melangkah perlahan menyentuh
  • 00:28:38
    dinding batu yang terasa hangat di bawah
  • 00:28:40
    jemarinya. Setiap relief yang ia lewati
  • 00:28:42
    tak lagi tampak seperti kisah kehidupan
  • 00:28:45
    Buddha yang biasa ia kenali. Yang ia
  • 00:28:47
    lihat adalah simbol-simbol bintang,
  • 00:28:49
    bulan sabit, dan geometri yang mengalir
  • 00:28:52
    sempurna tanpa cela. Lalu tiba-tiba dari
  • 00:28:54
    kejauhan terdengar suara. Bukan suara
  • 00:28:57
    manusia, tapi lantunan yang begitu indah
  • 00:28:59
    dan menyentuh. Suara itu seperti
  • 00:29:01
    nyanyian, namun bukan lagu. Kata-katanya
  • 00:29:05
    asing, tapi iramanya menyentuh sesuatu
  • 00:29:07
    yang sangat dalam dalam dirinya. Ia
  • 00:29:09
    tidak mengerti apa yang dilantunkan.
  • 00:29:11
    Namun seketika matanya mulai basah.
  • 00:29:14
    Suara itu datang dari atas dari puncak
  • 00:29:16
    bangunan. Ia melangkah naik. Setiap anak
  • 00:29:19
    tangga terasa ringan. Seolah bukan
  • 00:29:21
    kakinya yang bergerak, tapi jiwanya yang
  • 00:29:23
    naik menuju cahaya. Semakin dekat ia ke
  • 00:29:27
    puncak, semakin jelas suara itu
  • 00:29:28
    terdengar. Hingga akhirnya ia tiba di
  • 00:29:31
    atas. Di sana ia melihat seorang pria
  • 00:29:34
    berpakaian putih berdiri membelakanginya
  • 00:29:36
    menghadap ke arah barat laut. Pria itu
  • 00:29:39
    terus melantunkan ayat-ayat yang entah
  • 00:29:41
    bagaimana terasa akrab. Seolah ia pernah
  • 00:29:45
    mendengarnya di suatu masa yang jauh.
  • 00:29:47
    Kenji ingin bertanya, tapi suaranya
  • 00:29:50
    tercekat. Lalu pria itu berhenti
  • 00:29:52
    melantun dan berbalik. Wajahnya tidak
  • 00:29:55
    asing. Namun ia tak mampu mengingat dari
  • 00:29:57
    mana ia mengenalnya. Hanya ada senyum
  • 00:30:00
    lembut di wajah itu dan mata yang
  • 00:30:02
    menatap penuh kasih. "Engkau sedang
  • 00:30:04
    mencari sesuatu yang selama ini telah
  • 00:30:06
    ditanamkan dalam jiwamu," kata pria itu,
  • 00:30:09
    suaranya bergem lembut. Kebenaran bukan
  • 00:30:11
    untuk dibuktikan dengan keras kepala,
  • 00:30:13
    tapi untuk disambut dengan hati yang
  • 00:30:15
    bersih. Kenji ingin bicara, ingin
  • 00:30:18
    bertanya banyak hal, tapi tubuhnya mulai
  • 00:30:20
    terasa ringan. Cahaya di sekelilingnya
  • 00:30:22
    makin terang, makin menyilaukan. Relief
  • 00:30:25
    dan batu-batu itu menghilang digantikan
  • 00:30:27
    oleh ruang putih yang luas tanpa batas
  • 00:30:30
    dan tiba-tiba ia terbangun. Napasnya
  • 00:30:33
    terengah-engah, tubuhnya basah oleh
  • 00:30:35
    keringat dingin. Ia mendongak menatap
  • 00:30:37
    langit-langit kamar hotel yang gelap.
  • 00:30:39
    Jam di meja kecil menunjukkan pukul 3 17
  • 00:30:43
    dini hari. Tapi di dalam dirinya waktu
  • 00:30:45
    seakan tak bergerak. Ia memejamkan mata
  • 00:30:49
    mencoba mengingat lantunan suara dalam
  • 00:30:50
    mimpinya. Ia tidak tahu bahasa apa itu,
  • 00:30:54
    namun nada dan iramanya masih menggema
  • 00:30:56
    di telinganya. Kenji bangkit perlahan
  • 00:30:59
    dan berjalan ke meja meraih ponselnya.
  • 00:31:02
    Ia membuka aplikasi pencarian suara dan
  • 00:31:04
    mencoba menggumamkan lantunan yang ia
  • 00:31:06
    dengar dalam mimpi. Hanya sepenggal.
  • 00:31:09
    Beberapa detik kemudian hasilnya muncul
  • 00:31:12
    sebuah ayat dari Alquran surat at-tin wa
  • 00:31:16
    Alzaituni. Matanya membelalak tangannya
  • 00:31:20
    gemetar. Ayat itu bukan sekedar suara,
  • 00:31:23
    tapi pesan. Sebuah panggilan yang entah
  • 00:31:25
    bagaimana telah menyusup ke dalam
  • 00:31:27
    mimpinya. Ia tak tahu bagaimana bisa
  • 00:31:29
    terjadi. Tapi ia tahu satu hal malam ini
  • 00:31:32
    bukan hanya tentang mimpi, tapi tentang
  • 00:31:34
    sebuah pengingat. Bahwa pencarian yang
  • 00:31:36
    ia mulai sebagai ilmuwan kini telah
  • 00:31:38
    menyentuh wilayah yang tak bisa
  • 00:31:40
    dijelaskan dengan teori atau data.
  • 00:31:42
    Hatinya bergetar bukan karena takut,
  • 00:31:45
    tapi karena haru. Untuk pertama kalinya
  • 00:31:48
    dalam hidup, Kenji merasa kecil. namun
  • 00:31:50
    sekaligus sangat dekat dengan sesuatu
  • 00:31:52
    yang besar dan suci. Dan meski ia belum
  • 00:31:55
    tahu ke mana semua ini akan membawanya,
  • 00:31:57
    malam itu ia sadar bahwa ia telah
  • 00:31:59
    melewati satu gerbang penting. Gerbang
  • 00:32:01
    yang hanya bisa dibuka dari dalam hati.
  • 00:32:03
    Pagi itu, matahari Yogyakarta naik
  • 00:32:05
    perlahan dari balik Gunung Merapi
  • 00:32:07
    menyinari kota dengan cahaya lembut yang
  • 00:32:09
    keemasan. Kenji duduk di beranda kecil
  • 00:32:11
    penginapannya, secangkir teh hangat di
  • 00:32:13
    tangan, dan sebuah buku bersampul hijau
  • 00:32:16
    tua di pangkuannya. Di bagian depan buku
  • 00:32:18
    itu tertulis dalam huruf emas, Al-Qur'an
  • 00:32:21
    dan terjemahannya. Hadiah dari Rasyid
  • 00:32:23
    diberikan dengan senyum tenang dan
  • 00:32:26
    kalimat sederhana. Baca saja, tidak
  • 00:32:28
    perlu buru-buru memahami. Biarkan ia
  • 00:32:31
    berbicara kepadamu. Kenji masih ingat
  • 00:32:33
    betul ekspresi Rasyid ketika menyerahkan
  • 00:32:35
    kitab itu kemarin sore. Seolah tahu
  • 00:32:38
    bahwa Kenji telah sampai pada titik yang
  • 00:32:40
    lebih dalam dari sekedar pencarian bukti
  • 00:32:42
    arkeologis. Ia telah melewati batas data
  • 00:32:45
    dan logika. Mimpi itu, suara ayat yang
  • 00:32:48
    merasuk dalam tidurnya dan perasaan
  • 00:32:50
    damai yang belum pernah ia alami
  • 00:32:52
    semuanya mengarah ke sesuatu yang tak
  • 00:32:54
    bisa ia tolak begitu saja. Perlahan ia
  • 00:32:57
    membuka halaman pertama. Bacaan pembuka
  • 00:33:00
    itu seperti sapaan dari dunia lain
  • 00:33:02
    dengan nama Allah yang maha pengasih
  • 00:33:04
    maha penyayang. Ia membacanya
  • 00:33:06
    berulang-ulang dalam hati mencoba
  • 00:33:08
    memahami bukan hanya kata tapi makna
  • 00:33:11
    yang tersembunyi di baliknya. Ia bukan
  • 00:33:13
    seorang yang religius sebelumnya.
  • 00:33:16
    Dalam budaya Jepang yang kental dengan
  • 00:33:17
    nilai-nilai zen dan spiritualitas alam,
  • 00:33:20
    Kenji tumbuh dengan rasa hormat terhadap
  • 00:33:22
    kehidupan, tapi tidak pernah terikat
  • 00:33:24
    pada satu agama tertentu. Namun semakin
  • 00:33:28
    ia membaca, semakin ia merasa seolah
  • 00:33:31
    kitab itu ditulis bukan hanya untuk umat
  • 00:33:33
    muslim, tapi untuk setiap manusia yang
  • 00:33:35
    sedang mencari kebenaran. Ia menemukan
  • 00:33:37
    kisah-kisah tentang penciptaan alam,
  • 00:33:39
    tentang nabi-nabi yang pernah ia baca
  • 00:33:41
    dalam kitab lain. Namun di sini
  • 00:33:43
    disampaikan dengan kedalaman yang
  • 00:33:45
    berbeda. Ada sesuatu dalam gaya bahasa
  • 00:33:47
    Alquran yang tak seperti buku sejarah
  • 00:33:49
    biasa. Ia tidak berkisah seperti
  • 00:33:52
    dongeng, tapi mengajak dialog langsung
  • 00:33:54
    kepada hati. Ketika ia membaca tentang
  • 00:33:57
    Ibrahim yang mencari Tuhan di balik
  • 00:33:59
    bintang, bulan, dan matahari, ia merasa
  • 00:34:02
    seperti bercermin. Bukankah itu yang
  • 00:34:04
    sedang ia lakukan selama ini? Mencari
  • 00:34:07
    kebenaran melalui batu-batu, relief, dan
  • 00:34:10
    simbol-simbol kuno. Ia tak menyangka
  • 00:34:12
    bahwa kisah pencarian itu justru telah
  • 00:34:14
    tertulis jauh sebelum ia lahir. Dalam
  • 00:34:17
    surat Alanam ayat 76 hingga 79, ia
  • 00:34:21
    membaca bagaimana Ibrahim akhirnya
  • 00:34:23
    menyadari bahwa kebenaran tidak terletak
  • 00:34:25
    pada benda langit, tapi pada sesuatu
  • 00:34:27
    yang tak terlihat namun nyata. Dia yang
  • 00:34:29
    menciptakan segalanya. Mata Kenji mulai
  • 00:34:32
    berkaca-kaca. Ia berhenti membaca
  • 00:34:34
    sejenak, menatap langit pagi yang
  • 00:34:36
    jernih. Angin bertiup pelan, seolah ikut
  • 00:34:39
    menyampaikan salam dari sesuatu yang
  • 00:34:40
    lebih tinggi dari dirinya. Ia mulai
  • 00:34:43
    memahami bahwa pencarian ilmiahnya
  • 00:34:44
    selama ini ternyata hanyalah permukaan
  • 00:34:46
    dari pencarian yang lebih dalam,
  • 00:34:48
    pencarian makna hidup itu sendiri. Sejak
  • 00:34:50
    pagi itu ia tak bisa berhenti membaca.
  • 00:34:53
    Setiap waktu luangnya ia habiskan dengan
  • 00:34:55
    memegang kitab itu menandai
  • 00:34:58
    bagian-bagian yang menyentuh hati dan
  • 00:35:00
    menggugah pikirannya. menemukan ayat
  • 00:35:02
    tentang alam, tentang peredaran bulan
  • 00:35:04
    dan matahari, tentang gunung dan bumi
  • 00:35:07
    yang ditegahkan semuanya dengan
  • 00:35:09
    keseimbangan yang sempurna. Ia teringat
  • 00:35:12
    pada struktur Borobudur yang dibangun
  • 00:35:14
    dengan presisi luar biasa seolah
  • 00:35:16
    mengikuti tatanan kosmos. Namun kini ia
  • 00:35:19
    melihatnya dari sudut pandang berbeda.
  • 00:35:22
    Bukan hanya arsitektur, tapi isyarat
  • 00:35:24
    atas kebesaran sang pencipta. Ia juga
  • 00:35:27
    menemukan ayat tentang kaum terdahulu
  • 00:35:29
    yang dilenyapkan karena menyimpang dari
  • 00:35:31
    petunjuk dan bagaimana Tuhan terus
  • 00:35:34
    mengutus rasul dari satu generasi ke
  • 00:35:36
    generasi lain. Ini membuatnya merenung.
  • 00:35:39
    Mungkinkah peradaban kuno di Nusantara
  • 00:35:41
    juga pernah menerima pesan tauhid, namun
  • 00:35:43
    terkubur oleh sejarah dan ditutupi oleh
  • 00:35:45
    narasi besar yang datang belakangan.
  • 00:35:48
    Rasyid sesekali datang menjenguk, duduk
  • 00:35:50
    bersamanya dan menjawab beberapa
  • 00:35:52
    pertanyaan yang diajukan Kenji. Namun
  • 00:35:54
    Rasid tak pernah memaksa. tak pernah
  • 00:35:56
    mendikte. Ia hanya hadir sebagai teman
  • 00:35:59
    dalam perjalanan spiritual yang tengah
  • 00:36:01
    ditempuh Kenji sendiri. "Semak aku baca,
  • 00:36:04
    semakin aku merasa damai," ujar Kenji
  • 00:36:07
    suatu sore. "Dan yang lebih aneh, seolah
  • 00:36:10
    semua yang dulu aku anggap sebagai
  • 00:36:12
    misteri kini mulai menyatu. Seperti
  • 00:36:14
    kepingan puzzle yang tersusun sendiri.
  • 00:36:17
    Rasid hanya tersenyum menatap langit
  • 00:36:19
    yang mulai jingga. Itulah cahaya Kenji.
  • 00:36:23
    Ia tidak menyilaukan, tapi perlahan
  • 00:36:25
    menerangi. Di malam hari, Kenji tak lagi
  • 00:36:28
    dikejar mimpi-mimpi gelisah. Ia tidur
  • 00:36:31
    dengan tenang seperti seseorang yang
  • 00:36:33
    telah menemukan peta setelah sekian lama
  • 00:36:35
    tersesat. Meskipun ia belum mengucap
  • 00:36:37
    syahadat, belum memutuskan untuk
  • 00:36:39
    berpindah keyakinan, namun hatinya telah
  • 00:36:41
    mengarah pada satu titik yang jelas.
  • 00:36:44
    Sebuah cahaya yang tidak ia cari dengan
  • 00:36:46
    tangan, tapi yang datang mengetuk pintu
  • 00:36:48
    hatinya. Dan untuk pertama kalinya Kenji
  • 00:36:51
    tidak merasa sendirian dalam
  • 00:36:52
    pencariannya. Ia merasa dituntun bukan
  • 00:36:55
    oleh buku, bukan oleh manusia, tapi oleh
  • 00:36:58
    sesuatu yang lebih tinggi yang tak
  • 00:37:00
    terlihat namun mulai sangat terasa.
  • 00:37:03
    Angin musim gugur bertiup pelan di
  • 00:37:05
    Okinawa saat Kenji melangkah masuk ke
  • 00:37:07
    ruang arsip kuno milik Universitas
  • 00:37:09
    Ryukyu. Aroma kayu tua dan kertas
  • 00:37:12
    berumur menguar dari rak-rak yang
  • 00:37:13
    dipenuhi naskah kuno. Setelah kembali
  • 00:37:16
    dari Indonesia, Kenji membawa serta
  • 00:37:18
    kegelisahan yang belum selesai. Meskipun
  • 00:37:21
    pikirannya telah tercerahkan oleh banyak
  • 00:37:23
    penemuan dan cahaya pemahaman spiritual
  • 00:37:25
    yang baru sebagai seorang ilmuwan, ia
  • 00:37:27
    tahu bahwa kebenaran tidak bisa hanya
  • 00:37:29
    berhenti pada pengalaman pribadi. Ia
  • 00:37:31
    membutuhkan bukti sesuatu yang bisa ia
  • 00:37:34
    pertanggungjawabkan dalam forum
  • 00:37:35
    akademik. Selama berminggu-minggu, ia
  • 00:37:38
    menelusuri teks-teks kuno dalam bahasa
  • 00:37:40
    Okinawa Lama dan Kanbun, bahasa klasik
  • 00:37:43
    yang digunakan oleh para cendekia
  • 00:37:44
    dinasti Ryukyu. Ia menemukan catatan
  • 00:37:48
    pelayaran, salinan surat diplomatik
  • 00:37:50
    hingga laporan tentang pertukaran budaya
  • 00:37:53
    antara Kepulauan Selatan Jepang dan
  • 00:37:54
    kerajaan-kerajaan di selatan jauh. Yang
  • 00:37:57
    menarik perhatiannya adalah beberapa
  • 00:37:58
    catatan dari abad kees9 yang menyebut
  • 00:38:01
    nama-nama yang terdengar asing dalam
  • 00:38:02
    konteks Jepang, tapi sangat akrab
  • 00:38:05
    baginya setelah perjalanannya di Jawa.
  • 00:38:07
    Nama-nama seperti Watu Luhur, Gunung
  • 00:38:10
    Merapi, dan bangunan sembilan lapisan
  • 00:38:12
    muncul dalam bentuk transliterasi kuno
  • 00:38:15
    disertai catatan bahwa para pelaut
  • 00:38:17
    Ryukyu dulu sering singgah di sebuah
  • 00:38:18
    pulau besar dengan peradaban tinggi yang
  • 00:38:20
    memuliakan satu Tuhan yang tidak
  • 00:38:22
    berbentuk. Hal ini mengguncang pemikiran
  • 00:38:25
    Kenji. Ia membandingkan catatan itu
  • 00:38:28
    dengan manuskrip Jawa yang ia dan Rasid
  • 00:38:30
    temukan sebelumnya. Ada kecocokan
  • 00:38:32
    mengejutkan, terutama dalam
  • 00:38:34
    simbol-simbol astronomi dan
  • 00:38:35
    istilah-istilah spiritual. Semakin ia
  • 00:38:38
    menggali, semakin jelas baginya bahwa
  • 00:38:40
    jaringan intelektual dan spiritual
  • 00:38:42
    antara Nusantara dan Kepulauan Jepang
  • 00:38:44
    bukan sekadar teori pinggiran. Ia
  • 00:38:46
    menemukan bukti tertulis bahwa hubungan
  • 00:38:48
    itu lebih dalam dari yang pernah diakui
  • 00:38:50
    dalam sejarah resmi. Fakta-fakta ini
  • 00:38:53
    menguatkan dugaannya bahwa Borobudur
  • 00:38:56
    atau bangunan yang dahulu disebut Watu
  • 00:38:58
    Watu Luhur dalam beberapa naskah
  • 00:39:00
    bukanlah semata-mata monumen Buddha,
  • 00:39:02
    melainkan warisan dari sebuah ajaran
  • 00:39:04
    tauhid yang telah hilang tertutup debu
  • 00:39:06
    sejarah. Dengan hati-hati, Kenji
  • 00:39:08
    menyusun semua temuannya dalam sebuah
  • 00:39:10
    laporan ilmiah berjudul Candi yang
  • 00:39:13
    disalahpahami, kajian perbandingan
  • 00:39:14
    relief dan manuskrip Asia Timur terhadap
  • 00:39:17
    struktur Watu luhur di Jawa. Dalam
  • 00:39:19
    laporan setebal 100 halaman itu, ia
  • 00:39:21
    tidak hanya menyajikan analisis
  • 00:39:23
    arsitektur dan simbolik, tetapi juga
  • 00:39:25
    transkripsi naskah-naskah kuno dari
  • 00:39:27
    Ryukyu, terjemahan manuskrip Jawa hingga
  • 00:39:30
    pengukuran geometri bangunan yang
  • 00:39:32
    mengarah ke arah kiblat, bukan ke arah
  • 00:39:34
    matahari terbit seperti lazimnya Candi
  • 00:39:36
    Buddha. Ia menyusun laporan itu dengan
  • 00:39:38
    hati-hati, mencoba tetap objektif walau
  • 00:39:41
    hatinya telah tergerak secara spiritual.
  • 00:39:44
    Dalam bagian pendahuluan, ia menulis,
  • 00:39:46
    "Tulisan ini bukan untuk menafikan
  • 00:39:48
    kepercayaan siapun, melainkan untuk
  • 00:39:50
    membuka kemungkinan baru dalam melihat
  • 00:39:52
    sejarah Nusantara." Borobudur seperti
  • 00:39:55
    manusia mungkin telah disalah pahami
  • 00:39:57
    dalam jangka waktu yang panjang. Ketika
  • 00:39:59
    laporan itu dipresentasikan dalam
  • 00:40:01
    simposium arkeologi Asia Timur di Tokyo,
  • 00:40:03
    suasana ruangan menjadi tegang. Beberapa
  • 00:40:06
    ilmuwan senior dari universitas besar
  • 00:40:08
    mengerutkan dahi. Bahkan ada yang secara
  • 00:40:11
    terbuka mempertanyakan kredibilitas
  • 00:40:13
    sumber-sumber yang digunakan Kenji.
  • 00:40:16
    Salah satu profesor dengan suara lantang
  • 00:40:18
    menyatakan bahwa laporan itu berbahaya
  • 00:40:20
    karena menyuburkan sentimen ideologis
  • 00:40:22
    yang tidak berdasar. Namun tidak sedikit
  • 00:40:25
    pula yang terdiam lama setelah membaca
  • 00:40:27
    abstrak dan bagian kesimpulan. Mereka
  • 00:40:30
    tahu bahwa Kenji bukan sembarang
  • 00:40:31
    peneliti. Selama bertahun-tahun ia
  • 00:40:34
    dikenal jujur, objektif, dan sangat
  • 00:40:36
    teliti dalam penelitiannya. Bahkan
  • 00:40:39
    beberapa kolega dari Korea dan Tiongkok
  • 00:40:41
    menyatakan ketertarikan untuk menelusuri
  • 00:40:43
    jalur serupa dalam naskah mereka
  • 00:40:45
    masing-masing. Kontroversi tak
  • 00:40:46
    terelakkan. Media kampus dan forum
  • 00:40:49
    ilmiah daring mulai memperbincangkan
  • 00:40:50
    laporan itu. Ada yang menyebut Kenji
  • 00:40:53
    sebagai pengkhianat disiplin. Ada juga
  • 00:40:56
    yang memujinya sebagai ilmuwan yang
  • 00:40:58
    berani melampaui batas-batas semu.
  • 00:41:00
    Beberapa komentar menyudutkan laporan
  • 00:41:02
    itu sebagai bentuk romantisasi agama
  • 00:41:04
    dalam studi arkeologi. Sementara yang
  • 00:41:07
    lain justru mengapresiasi pendekatan
  • 00:41:09
    lintas budaya dan spiritual yang
  • 00:41:11
    dibawanya. Kenji tidak menanggapi semua
  • 00:41:14
    komentar itu secara langsung. Ia tahu
  • 00:41:17
    bahwa kebenaran ilmiah tidak bisa
  • 00:41:19
    ditegakkan lewat argumen di media
  • 00:41:20
    sosial. Ia memilih diam dan terus
  • 00:41:23
    melanjutkan risetnya. Tapi dalam hati ia
  • 00:41:26
    sudah tahu bahwa ia telah menapaki jalan
  • 00:41:29
    yang benar. Meski tak mudah dan penuh
  • 00:41:31
    kerikil. Ia telah membuka pintu bagi
  • 00:41:34
    diskusi yang lebih dalam. Bukan hanya
  • 00:41:36
    tentang Borobudur, tapi tentang sejarah
  • 00:41:38
    manusia itu sendiri. Bahwa kita bisa
  • 00:41:40
    saja telah kehilangan bab penting dari
  • 00:41:42
    masa lalu hanya karena enggan untuk
  • 00:41:45
    membaca ulang dengan hati. yang terbuka.
  • 00:41:47
    Di malam hari, Kenji berdiri di balkon
  • 00:41:49
    rumahnya memandang langit Tokyo yang
  • 00:41:51
    mulai redup. Ia mengingat kembali suara
  • 00:41:54
    ayat dalam mimpinya yang kini telah ia
  • 00:41:56
    ketahui sebagai potongan dari surah
  • 00:41:58
    Annur. Allah adalah cahaya langit dan
  • 00:42:00
    bumi. Sebaik kalimat yang kini tak hanya
  • 00:42:03
    bergemar di telinganya, tapi juga
  • 00:42:05
    menyala dalam jiwanya. Dan lewat laporan
  • 00:42:07
    itu, ia bukan hanya menyampaikan hasil
  • 00:42:10
    penelitian. Ia sedang menyampaikan
  • 00:42:12
    sebuah pengakuan bahwa dalam setiap
  • 00:42:14
    reruntuhan sejarah tersimpan cahaya yang
  • 00:42:16
    tak bisa dipadamkan. Langit fajar
  • 00:42:19
    menggurat lembayung tipis di atas garis
  • 00:42:21
    cakrawala memantulkan warna keemasan
  • 00:42:24
    yang perlahan membasuh batu-batu tua
  • 00:42:26
    Candi Borobudur. Embun masih menggantung
  • 00:42:28
    di permukaan relief yang telah berusia
  • 00:42:30
    lebih dari 1000 tahun seperti jejak
  • 00:42:32
    waktu yang belum selesai menulis
  • 00:42:34
    kisahnya. Kenji berdiri di salah satu
  • 00:42:36
    teras candi. Tubuhnya diam, namun
  • 00:42:38
    jiwanya bergolak oleh gelombang perasaan
  • 00:42:41
    yang tak pernah ia kenal sebelumnya. Ia
  • 00:42:43
    telah kembali ke tempat di mana semuanya
  • 00:42:45
    bermula. Bukan sebagai peneliti, bukan
  • 00:42:48
    pula sebagai orang asing yang membawa
  • 00:42:50
    perangkat teknologi mutakhir, tetapi
  • 00:42:52
    sebagai manusia yang sedang mencari
  • 00:42:54
    titik temu antara masa lalu, sains, dan
  • 00:42:56
    kebenaran yang lebih dalam. Pagi itu
  • 00:42:59
    hanya ia dan Rasid yang ada di pelataran
  • 00:43:01
    atas candi. Penjaga candi telah
  • 00:43:04
    memberikan izin khusus setelah Kenji
  • 00:43:06
    menyampaikan bahwa ia hendak mengadakan
  • 00:43:08
    semacam ritual pribadi. Mereka tidak
  • 00:43:11
    tahu bahwa hari itu akan menjadi titik
  • 00:43:13
    balik hidupnya. Rasid berdiri di
  • 00:43:15
    sampingnya diam dan penuh pengertian.
  • 00:43:18
    Sejak pertemuan mereka di UGM,
  • 00:43:20
    perjalanan spiritual Kenji telah
  • 00:43:22
    melewati begitu banyak lapisan.
  • 00:43:24
    Manuskrip tua, simbol-simbol arkeologis,
  • 00:43:27
    debat ilmiah, mimpi yang menggugah,
  • 00:43:29
    hingga ayat-ayat Al-Quran yang perlahan
  • 00:43:31
    menyinari pemahamannya. Tapi pagi itu
  • 00:43:34
    tidak ada lagi yang tersisa untuk
  • 00:43:37
    dipertanyakan. Kenji merasa telah tiba.
  • 00:43:39
    Ia mengamati susunan stupa yang
  • 00:43:41
    melingkar seperti spiral ke langit. Dulu
  • 00:43:44
    ia mengira bentuk itu hanyalah simbol
  • 00:43:46
    pencerahan buddhis. Kini ia melihatnya
  • 00:43:49
    sebagai metafora perjalanan menuju
  • 00:43:50
    Tuhan, menuju pusat dari segala
  • 00:43:52
    pencarian. Ia mengingat kata-kata yang
  • 00:43:54
    pernah ditulis Rasyid di ujung manuskrip
  • 00:43:57
    terjemahan Al-Qur'an yang ia hadiahkan.
  • 00:43:59
    Allah akan memberi petunjuk kepada siapa
  • 00:44:02
    yang dikehendakinya. Kenji menarik napas
  • 00:44:05
    panjang seolah ingin menyerap seluruh
  • 00:44:07
    kedamaian pagi itu ke dalam dadanya. Ia
  • 00:44:09
    menoleh ke arah Rasid yang mengangguk
  • 00:44:12
    pelan. Dengan suara yang tenang namun
  • 00:44:14
    penuh keyakinan. Rasid
  • 00:44:17
    membimbingnya
  • 00:44:18
    ilahaillallah asadu anna muhammadanah.
  • 00:44:22
    Kenji mengulanginya perlahan. Kata demi
  • 00:44:25
    kata keluar dari lisannya yang bergetar,
  • 00:44:27
    namun terasa seperti telah lama tertanam
  • 00:44:30
    di dasar jiwanya. Setelah kalimat itu
  • 00:44:32
    tuntas, ia menutup mata. Ada keheningan
  • 00:44:35
    panjang di dalam dirinya, seolah seluruh
  • 00:44:37
    keraguan yang selama ini menggelayuti
  • 00:44:39
    pikirannya luruh begitu saja. Air mata
  • 00:44:42
    menitik tanpa diminta. Bukan karena
  • 00:44:44
    kesedihan, melainkan karena perasaan
  • 00:44:47
    pulang yang baru kali itu ia rasakan. Ia
  • 00:44:49
    bukan lagi Kenji yang dulu, peneliti
  • 00:44:51
    dingin yang hanya percaya pada data dan
  • 00:44:53
    logika. Ia kini seorang hamba yang
  • 00:44:55
    menerima bahwa kebenaran tak selalu
  • 00:44:57
    ditemukan dalam angka atau batu, tetapi
  • 00:45:00
    dalam keikhlasan hati. Rasid meletakkan
  • 00:45:02
    tangan di bahunya. Selamat datang dalam
  • 00:45:05
    cahaya Kenji. Ini bukan akhir, tapi awal
  • 00:45:08
    dari perjalanan yang lebih luas. Kenji
  • 00:45:11
    mengangguk. Saya tidak pernah berpikir
  • 00:45:13
    akan sampai di titik ini. Saya datang
  • 00:45:16
    untuk meneliti batu, tapi malah
  • 00:45:18
    menemukan Tuhan. Ia memandang ke arah
  • 00:45:20
    timur. Tempat matahari kini muncul utuh
  • 00:45:22
    di balik cakrawala. Cahayanya menyusup
  • 00:45:25
    di sela-sela tupa, memantulkan kilau
  • 00:45:27
    lembut di permukaan batu. Burung-burung
  • 00:45:29
    mulai bernyanyi menyambut pagi yang
  • 00:45:31
    baru. Dan di sanalah di atas candi yang
  • 00:45:34
    selama ribuan tahun diselimuti misteri
  • 00:45:36
    dan kontroversi, satu jiwa kembali pada
  • 00:45:39
    fitrahnya.
  • 00:45:41
    Kenj berbicara pada dirinya sendiri
  • 00:45:43
    bukan dengan bahasa Jepang atau Inggris
  • 00:45:45
    atau Arab tetapi dengan bahasa jiwa yang
  • 00:45:48
    hanya bisa didengar oleh sang pencipta
  • 00:45:51
    bersyukur bukan karena ia telah
  • 00:45:53
    membuktikan sesuatu tapi karena telah
  • 00:45:56
    dibuktikan oleh sesuatu yang lebih agung
  • 00:45:58
    daripada semua ilmu pengetahuan yang
  • 00:46:00
    pernah ia pelajari. Ketika mereka turun
  • 00:46:03
    dari candi langkah Kenji terasa ringan.
  • 00:46:06
    Ia tahu hidupnya tak akan lagi sama. Ia
  • 00:46:08
    akan kembali ke Jepang, mungkin akan
  • 00:46:10
    tetap menulis dan meneliti. Tapi kali
  • 00:46:13
    ini dengan perspektif yang berbeda. Ilmu
  • 00:46:15
    bukan lagi sekadar alat untuk menguasai,
  • 00:46:18
    tetapi jembatan untuk mengenal dan
  • 00:46:19
    tunduk. Borobudur tetaplah candi tua
  • 00:46:22
    berdiri megah di tanah Jawa penuh
  • 00:46:25
    teka-teki yang mungkin tak akan pernah
  • 00:46:27
    seluruhnya terjawab. Namun bagi Kenji,
  • 00:46:30
    candi itu telah berubah menjadi mihrab
  • 00:46:32
    tempat ia menemukan arah, menemukan
  • 00:46:34
    dirinya, dan menemukan Tuhan. Dan dalam
  • 00:46:37
    cahaya matahari pagi yang hangat,
  • 00:46:40
    sejarah pun menulis bab terakhir dari
  • 00:46:42
    kisahnya. Bukan tentang siapa yang benar
  • 00:46:44
    atau salah, tetapi tentang satu jiwa
  • 00:46:47
    yang telah menemukan cahaya setelah
  • 00:46:49
    perjalanan panjang mencari kebenaran.
  • 00:46:52
    Wallahuam biswab. Semoga kisah ini
  • 00:46:54
    bermanfaat. Mohon maaf apabila banyak
  • 00:46:57
    kekurangan. Wasalamualaikum
  • 00:46:58
    warahmatullahi wabarakatuh.
Tags
  • Kenji Nakamura
  • Candi Borobudur
  • arkeologi
  • Islam
  • spiritualitas
  • sejarah
  • penemuan
  • budaya
  • keyakinan
  • perjalanan spiritual