00:00:00
Banyak sekali urusan di pemerintahan ini
00:00:02
ketika ditempelkan dengan critical
00:00:05
thinking, jawabannya sulit dimasukkan
00:00:08
akal. Sulit dimasukkan akal. Bahkan yang
00:00:10
menjalani sendiri kadang-kadang tidak
00:00:12
bisa
00:00:13
menjelaskan. Kita paling gemes kalau ada
00:00:16
penyelenggara negara tidak bisa
00:00:17
menjelaskan yang dia kerjakan. Nah, ini
00:00:20
sering dialami bukan? Karena itu,
00:00:22
Teman-teman sekalian saya melihat
00:00:25
critical thinking ini perlu dimunculkan
00:00:27
di masyarakat. Kritikal ting ini perlu
00:00:29
dimunculkan di pemerintahan dan bila itu
00:00:32
ada maka rasanya demokrasi kita akan
00:00:36
menjadi lebih baik.
00:00:50
Nah, ini em speaker yang
00:00:52
selanjutnya ini adalah untuk aku salah
00:00:55
satu embodimen dari orang yang
00:00:57
sangat-sangat sudah memaster teknik ini,
00:01:00
kecerdasan sosial ini. Iya. Ya. Jadi
00:01:03
sedikit eh personally dari aku. Beliau
00:01:07
waktu 2024 sempat running kan sebagai
00:01:12
calon presiden. Calon presiden. Calon
00:01:14
presiden. Calon presiden. Calon
00:01:16
presiden, Teman-teman. Dan waktu itu ini
00:01:18
cerita singkat soal first encounter-nya
00:01:21
aku sama
00:01:23
beliau itu waktu aku ada di acara Idea
00:01:27
Fest. Eh, ini kalau enggak David ada di
00:01:29
sini yang punya yang bantu arrange waktu
00:01:33
itu. Itu jadi aku eh jadi penanya ke
00:01:38
calon baca waktu itu masih baca pres
00:01:41
gitu ya dan salah satunya Pak Anis yang
00:01:43
hadir. Aku mikir nih, aduh nanya apa ya?
00:01:46
Cuman bisa nanya satu pertanyaan. Kalian
00:01:48
kalau bisa nanya calon presiden satu
00:01:50
pertanyaan nanya apa? Bingung kan? Kalau
00:01:53
bisa nanya lima pertanyaan mungkin lebih
00:01:54
mudah. Jadi, akhirnya aku mikir harus
00:01:57
either super spesifik atau super general
00:02:00
dan fundamental. Akhirnya aku pilih yang
00:02:03
fundamental. Aku tanya, "Pak Anis, eh
00:02:07
seringkiali kan di hidup itu tuh kita
00:02:10
punya tujuan baik, tapi untuk mencapai
00:02:12
ke sananya itu tuh harus ada
00:02:14
kompromi-kompromi. Jadi, to what extent
00:02:17
does the end justify the means?" Oh, itu
00:02:19
pertanyaan yang sangat filosofis, yang
00:02:21
sangat fundamental, bisa dibawa ke
00:02:23
manaun. Aku jujur enggak tahu to expect,
00:02:26
tapi aku sekarang e aku buka-bukaan aja
00:02:29
ya pendapat aku soal jawabannya Pak
00:02:31
Anis. Enggak apaapa ya, Pak. Eh, waktu
00:02:34
itu aku jujur eh pleasantly
00:02:38
surprise karena Pak Anis jawab aku
00:02:40
dengan mental
00:02:41
model. Dia bikin diagram empat gitu ya.
00:02:45
Yang di mana ada ee konsekuensi, ada
00:02:48
yang baik. Nah, itu yang di mana ada hal
00:02:51
yang ee morally good tapi konsekuensinya
00:02:54
mungkin kurang baik, ada yang
00:02:55
kebalikannya. Dan ini gimana kita
00:02:57
navigasi antara hal-hal itu itu tuh di
00:03:00
mana leadership comes into place dan
00:03:02
leadership itu ada eh guideline-nya A B
00:03:04
C D dan itu sistematis banget. Itu
00:03:06
pertama kalinya aku interaksi sama
00:03:09
seorang politisi yang ketika aku tanya
00:03:11
dikasih mental
00:03:12
model pertama kali. Biasanya gimana
00:03:16
jawabannya? Dan sampai sekarang belum
00:03:17
pernah dikasih gitu lagi sih aku ya.
00:03:18
Belum ada. Belum ada. Ee jadi untuk aku
00:03:22
ya ini very special lagi-lagi ya bahwa
00:03:25
Pak Anis bisa ada di sini, bisa say or
00:03:29
two dan udah baca bukunya juga jadi
00:03:32
deg-degan banget ya. I honor. E gue
00:03:34
adalah orang yang selalu nontonin
00:03:35
pidato-pidato beliau karena gua mau
00:03:37
nyontek gimana nih cara ngomongnya ya
00:03:39
kayak gini. Ya tanpa berlama-lama lagi
00:03:41
kami persilakan Pak Anis kita panggil ke
00:03:43
atas panggung Pak Anis Baswedan. Tepuk
00:03:44
tangan dulu teman-teman. Tepuk tangan
00:03:46
dulu
00:03:52
dong. Thank you.
00:03:55
Makasih Kia Migel. Thank
00:03:58
you. Selamat sore semua. Asalamualaikum
00:04:01
warahmatullahi wabarakatuh.
00:04:02
Waalaikumsalam.
00:04:04
Pertama saya ingin ucapin selamat dulu.
00:04:07
Selamat buat Abigel Kania. Bukunya sudah
00:04:12
selesai. Bukunya bagus.
00:04:14
Saya sudah baca tapi belum tuntas. Sudah
00:04:17
baca di awal-awalnya. Dan sepintas saya
00:04:21
merasakan bahwa mereka berdua itu masuk
00:04:25
ke urusan yang sebenarnya
00:04:28
kompleks, rumit. Ada mental model, ada
00:04:33
bagaimana berpikir ilmiah, metode
00:04:35
ilmiah. Tapi mereka mampu menterjemahkan
00:04:40
itu bukan hanya dalam bahasa yang
00:04:43
sederhana. Tapi dengan
00:04:45
ilustrasi-ilustrasi yang sederhana
00:04:47
seakan ngobrol. Tadi saya bilang sama
00:04:49
Abi ini seperti obrolan
00:04:53
chat, seperti obrolan di kafe, seperti
00:04:56
obrolan di telepon yang diterjemahkan
00:05:00
jadi buku dan bisa jadi referensi. Jadi
00:05:05
selamat buat Abigel dan Kenia. Tepuk
00:05:07
tangan buat mereka
00:05:09
berdua. Makasih.
00:05:12
Nah, terus saya diundang peluncuran
00:05:14
bukunya Of course I Will Come. Karena
00:05:16
saya hormat, saya respect sekali pada
00:05:18
mereka berdua dan apa yang mereka
00:05:20
kerjakan. Terus ee saya mau datang
00:05:23
ternyata dapat tugas yang lain datang
00:05:26
ikut mendengarkan. Saya dapat petugas
00:05:27
untuk cerita monolog dikasih tema alah
00:05:31
tapi saya menerusin ceritakannya
00:05:34
tadi. Ee dia cerita tentang perjumpaan
00:05:36
kita pertama kali. Memang pertama itu
00:05:39
tak terlupakan.
00:05:41
kedua dan ketiga itu terusannya gitu.
00:05:45
Karena pertama itu enggak ada duanya
00:05:46
gitu. Makanya teman-teman jangan pernah
00:05:49
missatan pertama. Whatever that is ya.
00:05:52
Apapun itu karena kesempatan pertama itu
00:05:53
enggak bisa dua kali.
00:05:55
Nah, ee tadi Abigael cerita tentang
00:05:58
pertanyaan itu. Ini ini kaitannya dengan
00:06:03
tema yang ditugasin ke saya. Saya dapat
00:06:04
tugas critical thinking dan democrasi.
00:06:09
critical thinking dan demokrasi.
00:06:12
Nah,
00:06:14
salah satu
00:06:15
ciri dan ini saya alami berkali-kali hal
00:06:19
yang menarik
00:06:21
dalam
00:06:23
perjalanan karir, perjalanan tugas,
00:06:27
perjalanan apapun adalah kalau ada
00:06:29
pertanyaan kritis. Selamat datang Pak
00:06:32
Ahok.
00:06:39
Ah,
00:06:41
nanti berurutan ini rupanya
00:06:47
gitu.
00:06:49
Jadi, Pakok dengerin baik-baik ya Pak
00:06:52
Aok
00:06:54
ya. Ya,
00:06:56
benar. Supaya supaya enggak supaya
00:06:58
bahannya beda nanti ya, Pak ya. Kalau
00:07:00
enggak nanti kan sama kita wong
00:07:03
kantornya sama gitu.
00:07:05
Sesudah itu enggak nerusin ke mana-mana
00:07:07
juga gitu
00:07:08
loh. Sampai mana
00:07:12
tadi? Nah, gini pertanyaan. Saya
00:07:15
menyukai pertanyaan yang rumit dan
00:07:17
pertanyaan yang sulit. Kenapa? Karena
00:07:19
itu memaksa kita
00:07:21
berpikir. Paling enggak enak itu
00:07:23
pertanyaan gini, "Pak, dari mana?"
00:07:26
Hm. "Pak, lahirnya tahun
00:07:28
berapa?" Itu pertanyaan-pertanyaan yang
00:07:31
udahlah Google ajaalah gitu. Bahkan dulu
00:07:33
waktu saya memimpin Indonesia mengajar
00:07:35
kalau lagi presentasi lalu ada yang
00:07:37
tanya, "Pak, apa syaratnya ikut
00:07:39
Indonesia mengajar?" Maka saya akan
00:07:40
jawab, "Anda enggak usah
00:07:42
daftar." Kenapa? Karena itu pertanyaan
00:07:45
bisa dijawab
00:07:46
lewat search bentar, enggak perlu. Tapi
00:07:49
kalau pertanyaannya
00:07:52
mengapa usia
00:07:55
minimalnya usia maksimalnya
00:07:57
25, mengapa tidak 26? Mengapa tidak 30?
00:08:01
Nah, itu membutuhkan argumen,
00:08:03
penjelasan. Jadi, pertanyaan Abigel itu
00:08:06
adalah salah satu one of the best
00:08:09
questions yang saya dapatkan dalam
00:08:10
perjalanan pencalonan kemarin. Karena
00:08:13
yang lain-lain tanyanya tanya apa visi
00:08:16
apa misi adalah itu catatannya. Tapi
00:08:18
kalau ini mengharuskan kita berpikir.
00:08:20
Nah, teman-teman saya kembali kepada
00:08:22
tugas saya di
00:08:23
sini. Mengapa berpikir kritis itu
00:08:27
penting dalam sebuah demokrasi?
00:08:31
Kalau kita lihat
00:08:32
perjalanan masyarakat sedunia 350 tahun
00:08:36
terakhir ini, negara-negara dan
00:08:38
bangsa-bangsa yang maju adalah
00:08:40
bangsa-bangsa yang satu, memiliki
00:08:44
kebebasan di dalam berkompetisi di
00:08:46
bidang ekonomi. Kita biasa menyebutnya
00:08:49
dengan ekonomi pasar, tapi intinya
00:08:51
kebebasan berkompetisi. Yang kedua,
00:08:54
kebebasan untuk berkompetisi, gagasan di
00:08:56
dalam mengelola masyarakat yang kita
00:08:58
biasa sebut istilahnya
00:09:01
demokrasi. Tapi intinya adalah ada
00:09:03
kompetisi, ada kebebasan. Nah, di
00:09:06
situlah kemudian ide
00:09:08
bergulir, ide muncul, ide diadu. Nah,
00:09:12
itu mensyaratkan satu ruang yang bebas
00:09:18
untuk ada ide, gagasan,
00:09:21
dipertukarkan,
00:09:23
diperdebatkan. Tapi ruang itu tidak akan
00:09:27
berguna bila kita tidak memiliki kemauan
00:09:32
dan kemampuan berpikir kritis.
00:09:36
Nah, kemampuan dan kemauan berpikir
00:09:38
kritis ini harus
00:09:40
ditumbuhkan. Saya melihat buku ini,
00:09:43
bukunya Abigal ini judulnya aja jelas
00:09:46
nih,
00:09:47
makanya
00:09:49
mikir. Dari situ apa sih
00:09:52
sesungguhnya? Dia memberikan sebuah
00:09:55
pesan, please be inquisitive.
00:09:59
Inkuisitif itu sifat selalu mau
00:10:02
bertanya, selalu mau mencari. Itu
00:10:05
inkuisitif. Ada keinginan untuk tahu
00:10:08
lebih jauh.
00:10:11
Bertanya
00:10:13
adalah awal terjadinya berpikir kritis.
00:10:17
Dan masyarakat yang memiliki kebebasan
00:10:20
untuk kompetisi ekonomi, kebebasan untuk
00:10:23
kompetisi
00:10:25
gagasan demokrasi.
00:10:30
kan
00:10:32
membutuhkan kemampuan
00:10:34
untuk
00:10:36
bertanya, bisakah Indonesia lebih baik?
00:10:40
Bagaimana caranya mengelola ini lebih
00:10:43
baik? Bagaimana menjalankan sesuatu
00:10:46
dengan pendekatan yang berbeda? Sifat
00:10:49
inkuisitif ini yang dibutuhkan.
00:10:52
Sehingga ketika muncul di dalam
00:10:57
masyarakat keinginan A, keinginan B itu
00:11:01
dijawab dengan
00:11:03
pertanyaan-pertanyaan yang kritis.
00:11:05
Termasuk juga kalau negara negara
00:11:08
memunculkan kebijakan A, maka rakyat
00:11:10
memiliki kesempatan untuk kritis.
00:11:13
Nah, sikap sifat inkuisitif yang
00:11:17
mewujudkan dalam berwujud dalam sikap
00:11:21
kritis ini dibutuhkan sekali. Dengan
00:11:24
begitu maka akan
00:11:27
terjadi
00:11:29
dialog, akan terjadi
00:11:32
debat dan di dalam dialog dan debat itu
00:11:36
terjadi
00:11:38
kemajuan. Kemajuan didapat dari apa?
00:11:41
karena perbedaan ide gagasan yang
00:11:45
terus-menerus terjadi. Jadi,
00:11:48
Teman-teman, yang disebut sebagai
00:11:51
kemajuan di dalam kita berdemokrasi itu
00:11:54
tidak muncul bila
00:11:57
monolog. Hari ini kita monolog nih,
00:12:00
Anis. Waktu Anda 20 menit. Silakan
00:12:03
monolog. Ini yang berada di sini
00:12:06
mendengarkan saja.
00:12:08
Tapi kalau dari dua ini diberikan
00:12:11
kesempatan untuk bertanya, untuk
00:12:14
menyanggah, apa yang terjadi? Saya harus
00:12:18
menjawab, saya harus menjelaskan, dan
00:12:20
saya harus mengkoreksi bila saya ada
00:12:23
pandangan yang tidak tepat. Betul tidak,
00:12:24
Teman-teman? Dan keluar di ruangan ini,
00:12:27
maka kita semua akan mendapatkan
00:12:30
pencerahan. Kenapa? Karena terjadi
00:12:33
dialog. Dialog itu muncul jika ada
00:12:36
berpikir kritis. Berpikir kritis muncul
00:12:38
jika ada
00:12:40
inkuisitif. Pertanyaan-pertanyaan yang
00:12:42
selalu muncul. Nah, menat saya hari ini
00:12:45
yang kita butuhkan di Indonesia adalah
00:12:47
satu
00:12:48
kebebasannya. Harus dijaga. Jangan
00:12:50
sampai kebebasan ini berkurang. Jangan
00:12:53
sampai kebebasan ini
00:12:54
surut. Tanda-tanda kemarin pernah ada,
00:12:57
mudah-mudahan tidak terjadi ke depan.
00:12:59
Yang kedua adalah kita sendiri harus
00:13:03
menumbuhkan kemampuan dan kemauan
00:13:05
berpikir ee kritis. Nah, ini teman-teman
00:13:08
sekalian tidak selalu mudah. Kenapa
00:13:11
tidak selalu mudah? Karena lingkungan
00:13:13
kita belum tentu lingkungan yang
00:13:14
memberikan kepada kita
00:13:17
semua apresiasi atas orang-orang yang
00:13:20
atau sikap-sikap berpikir ee kritis.
00:13:23
Nah, kalau kita lihat teman-teman
00:13:24
sekalian dalam perjalanan sejarah
00:13:28
kita, para pendiri republik ini mereka
00:13:32
bukan hanya punya semangat, tapi mereka
00:13:36
memiliki kemampuan berpikir
00:13:39
kritis dan
00:13:41
mereka memiliki kemampuan untuk
00:13:44
reflektif atas apa yang dijalani. Jadi,
00:13:47
kalau teman-teman lihat produk yang
00:13:49
dihasilkan semuanya bentuknya tulisan.
00:13:52
Tapi tulisan itu adalah cermin dari
00:13:54
pikiran. Semuanya
00:13:57
mencerminkan refleksi perjalanan mereka
00:14:00
dan kemampuan mereka untuk berpikir
00:14:02
berpikir kritis. Lalu ada pasangannya,
00:14:05
Teman-teman. Berpikir kritis ini ada
00:14:09
pasangannya apa? Objektif
00:14:14
rasional. Objektif. Objektif itu artinya
00:14:16
kita
00:14:18
terbuka, kita menerima.
00:14:22
Fakta menerima
00:14:24
kenyataan, bahkan catatan kaki aja kita
00:14:27
bisa membedakan antara kabar dan
00:14:32
informasi. Kabar dan informasi.
00:14:35
Informasi itu kabar yang
00:14:38
faktual. Tapi kalau kabar saja belum
00:14:40
tentu informasi. Nah, ini diiringi
00:14:44
dengan rasional. Rasional itu apa sih?
00:14:46
Saya sering dengar istilah pemilih
00:14:50
rasional.
00:14:52
Ada pemilih
00:14:53
irasional. Pemilih rasional itu
00:14:56
artinya mengambil
00:14:59
keputusan, menentukan sikap dengan
00:15:03
membandingkan. Rasional dari kata rasio.
00:15:07
Rasio
00:15:08
artinya
00:15:10
perbandingan. Rasionya 3 banding 4 itu
00:15:13
perbandingan. Nah, orang yang rasional
00:15:16
adalah orang yang bersikap berpikir
00:15:19
dengan membandingkan.
00:15:21
kemampuan berpikir
00:15:23
kritis, objektif, lalu
00:15:27
rasional, maka ini cikal bakal demokrasi
00:15:30
kita maju, demokrasi kita
00:15:33
berkembang.
00:15:36
Seringki kita tumbuhkan kritisnya, tapi
00:15:39
tidak tumbuh kemampuan berpikir ra
00:15:42
rasional. Efeknya apa?
00:15:44
Ya, kalau tidak kalau kalau irasional
00:15:47
itu artinya saya ambil keputusan, saya
00:15:49
ambil sikap, tidak
00:15:51
membandingkan, tidak menyandingkan
00:15:54
antara pilihan A, pilihan B, pilihan C.
00:15:57
Padahal kita hidup di dunia yang penuh
00:15:59
dengan pilihan. Nah, itu sebabnya
00:16:01
mengapa rasional itu menjadi penting
00:16:04
sekali. Dan jangan kita anggap rasional
00:16:10
itu membandingkannya aspek non
00:16:14
emosional. Non emosional itu
00:16:16
gini.
00:16:18
Saya
00:16:20
memilih kebijakan atau milih orang.
00:16:24
Kenapa? Karena saya suka
00:16:27
kacamatanya. Saya suka karena
00:16:30
pakaiannya.
00:16:31
Itu rasional apa tidak?
00:16:34
kita akan cenderung mengatakan
00:16:36
irasional. Loh, boleh aja rasional. Saya
00:16:38
suka orang ini menyanyi lebih bagus
00:16:40
daripada yang satunya.
00:16:42
Itu jelas saya enggak bisa nyanyi dengan
00:16:44
baik gitu. Barangkali dia menyanyi lebih
00:16:47
baik daripada aspeknya bisa emosional,
00:16:50
aspeknya bisa apapun juga tapi yang
00:16:53
jelas dia
00:16:55
membandingkan. Yang bermasalah itu kalau
00:16:58
tidak membandingkan. Kalau dia
00:17:00
membandingkan di situlah kemudian kita
00:17:03
akan ketemu dengan situasi fanatisme
00:17:07
buta. Nah, fanatisme buta ini bisa
00:17:10
menghambat
00:17:11
demoasi. Jadi, kembali kepada gagasan
00:17:15
yang dibuat oleh buku ini. Saya melihat
00:17:18
buku ini membantu di tingkat
00:17:21
individu untuk menjadi pribadi yang
00:17:25
punya kemampuan berpikir kritis.
00:17:29
bisa
00:17:30
objektif, ada pendekatan metode ilmiah
00:17:34
dan ada di situ ada cost benefit
00:17:38
analysis, ada purpose oriented eh
00:17:41
decision ya dan lain-lain. Itu semua
00:17:44
mengajak kita untuk bisa berpikir dengan
00:17:47
rasional. Nah, ada yang membuktikan
00:17:50
teman-teman
00:17:51
sekalian
00:17:53
studinya bahwa mereka
00:17:58
yang
00:18:00
terbiasa melakukan keputusan-keputusan
00:18:04
rasional di tingkat pribadi, maka dia
00:18:08
akan melakukan keputusan-keputusan
00:18:10
rasional di tingkat publik.
00:18:15
Tapi mereka yang tidak terbiasa
00:18:17
mengambil keputusan rasional di tingkat
00:18:19
pribadi, maka dia pun akan mengalami
00:18:22
kesulitan untuk mengambil keputusan
00:18:24
rasional di tingkat publik. Bahkan ada
00:18:27
studinya, Teman-teman, yang menunjukkan
00:18:30
bahwa semakin banyak transaksi
00:18:34
ekonomi dan itu artinya warga di daerah
00:18:37
itu semakin sering bertransaksi secara
00:18:40
ekonomi. Transaksi secara ekonomi
00:18:42
artinya jual
00:18:43
beli, berdagang, trading, kegiatan
00:18:47
ekonomi. Semakin sering maka mereka
00:18:50
sering mengalami untung dan rugi.
00:18:54
semakin sering mengalami untung dan
00:18:56
rugi. Maka ketika terlibat di dalam
00:18:59
persoalan politik, dia lebih rileks
00:19:01
menerima kemenangan dan
00:19:04
kekalahan. Ya, dia lebih rileks. Tapi
00:19:09
kalau tidak terbiasa dengan kegiatan
00:19:12
perekonomian itu, maka ini
00:19:15
kecenderungannya muncul fanatisme buta.
00:19:18
Oh, kalau kalah luar biasa marahnya,
00:19:20
kalau menang luar biasa bahagianya.
00:19:23
Kenapa? Karena di tingkat individu dia
00:19:26
tidak mengalami pembelajaran itu. Karena
00:19:28
itulah kenapa kita mendorong kemajuan
00:19:31
ekonomi, kegiatan perekonomian itu salah
00:19:35
satu cara untuk membantu kita semua
00:19:38
terbiasa dengan profit and
00:19:41
loss sehingga lebih rileks di dalam
00:19:44
menerima kemenangan ataupun kekalahan
00:19:48
atau dalam perdebatan, oh ya, Anda
00:19:51
benar, saya setuju. Oh ya, saya benar,
00:19:55
Anda harus setuju. Teman-teman, semakin
00:19:58
minim pengalaman itu semakin sulit. Kita
00:20:00
ini paling sulit kalau
00:20:02
berdiskusi,
00:20:04
diskusi ketemu dengan kenyataan bahwa
00:20:06
sebenarnya Anda harusnya setuju, tapi
00:20:09
karena enggak setuju istilahnya
00:20:11
gawangnya dipindah gitu supaya
00:20:14
argumennya tetap masuk akal. Itu
00:20:16
melelahkan sekali. Dan biasanya kalau
00:20:18
gitu ucapkan asalamualaikum sampai jumpa
00:20:20
lagi gitu kira-kira karena enggak bisa
00:20:21
ketemu terus tuh. Nah, Teman-teman saya
00:20:25
ingin dorong kepada soal ini. Kenapa?
00:20:28
Karena kita mengharapkan kemampuan
00:20:31
berpikir kritis ini makin luas.
00:20:33
Kemampuan berpikir rasional ini makin
00:20:36
luas. Dengan begitu kualitas demokrasi
00:20:39
kita makin baik. Begitu juga di
00:20:41
pemerintahan.
00:20:42
di pemerintahan itu saking
00:20:45
seringnya hal dilakukan secara
00:20:48
repetitif, maka makin jarang kita muncul
00:20:52
dengan pertanyaan.
00:20:54
Nah, saya pengalaman saya ketika
00:20:56
memimpin, saya akan memimpin itu ada
00:20:59
situasi di mana kita ambil keputusan
00:21:02
lalu
00:21:03
eksekusi, tapi lebih sering kita
00:21:05
memunculkan pertanyaan agar membuat tim
00:21:09
kita
00:21:11
berpikir. Pertanyaan untuk berpikir dan
00:21:14
pertanyaan untuk menyusun
00:21:17
langkah. Kalau kita memberikan instruksi
00:21:21
pasti diikuti. Kenapa? Wong
00:21:23
atasan. Kalau atasan ngasih instruksi,
00:21:25
bawahannya pasti pasti ikut. Tapi saya
00:21:28
sering mengatakan, "I don't do micro
00:21:30
management. I do micro questions." Yang
00:21:34
saya kerjakan bukan memberikan perintah
00:21:37
mikro, tapi memberikan
00:21:39
pertanyaan mikro. Beri contoh. Suatu
00:21:43
ketika ada presentasi, "Pak, kita harus
00:21:45
melakukan pengerukan waduk." 1 2 3 4 5.
00:21:48
Oke, good. Good.
00:21:49
Pertanyaan saya, berapa volume air yang
00:21:52
harusnya ada di waduk
00:21:54
itu? Berapa
00:21:56
ya? I pertanyaan itu setiap waduk itu
00:21:59
harusnya berapa volume airnya? Wah,
00:22:01
berapa ya? Saya enggak tahu. Biasanya
00:22:02
kita ngeruk 2 bulan, Pak. Iya.
00:22:03
Pertanyaan apa berapa banyak air dikeruk
00:22:06
dari apa tanah dikeruk dari situ? Kita
00:22:08
mau menciptakan volume berapa? Apa yang
00:22:10
terjadi? Pertanyaan itu yang kemudian
00:22:13
leading to action. Tapi kalau saya
00:22:16
berikan perintah keruk sampai kedalaman
00:22:19
sekian, saya belum tentu
00:22:22
benar. Saya gak dan mereka pasti
00:22:25
laksanakan tapi belum tentu benar. Tapi
00:22:28
ketika diberikan pertanyaan berapa
00:22:31
seharusnya volume air di waduk itu, maka
00:22:34
mereka akan mengukur, membandingkan,
00:22:37
lalu baru mulai
00:22:39
eksekusi. Dan ini teman-teman sekalian
00:22:43
memindahkan beban ownership dari
00:22:47
kepemimpinan atau benar ownership atas
00:22:50
masalah dari kepemimpinan menjadi milik
00:22:52
semua.
00:22:54
Karena
00:22:55
pertanyaan datang ke rumah sakit,
00:22:58
pertanyaan
00:23:00
kenapa bila ada warga datang harus
00:23:03
menunggu sampai 3
00:23:06
jam? Bisa enggak jadi setengah jam? Oh,
00:23:09
ya. Coba cari cara. Jadi, pertanyaan itu
00:23:14
memancing semua untuk berpikir kritis.
00:23:17
Karena saya mempercayai apa yang disebut
00:23:20
sebagai kepemimpinan itu adalah juga
00:23:22
proses pembelajaran.
00:23:25
belajar. Pembelajar harus menjadi
00:23:28
karakter dari siapapun. Dan pemimpin
00:23:31
adalah pendidik, pendidik adalah
00:23:34
pemimpin. Dua itu tidak bisa
00:23:36
dipisahkan. Karena begitu kita melakukan
00:23:39
exercise sebagai pemimpin pada yang sama
00:23:42
kita melakukan yang disebut public
00:23:44
education baik dalam organisasi ataupun
00:23:47
keluar. Nah, di situlah kenapa karakter
00:23:50
critical thinking itu juga harus muncul.
00:23:53
di
00:23:56
pemerintahan. Banyak sekali urusan di
00:23:59
pemerintahan ini ketika ditempelkan
00:24:01
dengan critical thinking, jawabannya
00:24:03
sulit dimasukkan
00:24:05
akal. Sulit dimasukkan akal. Bahkan yang
00:24:07
menjalani sendiri kadang-kadang tidak
00:24:09
bisa
00:24:10
menjelaskan. Kita paling gemes kalau ada
00:24:13
penyelenggara negara tidak bisa
00:24:15
menjelaskan yang dia kerjakan. Nah, ini
00:24:17
sering dialami bukan? Karena itu,
00:24:19
Teman-teman sekalian, saya melihat
00:24:22
critical thinking ini perlu dimunculkan
00:24:24
di masyarakat. Critical thinking ini
00:24:26
perlu dimunculkan di pemerintahan dan
00:24:28
bila itu ada maka rasanya demokrasi kita
00:24:32
akan menjadi lebih baik. Jadi saya
00:24:35
menganjurkan kalau boleh saya usul
00:24:38
bukunya Abigel dan Kania. Ini perlu jadi
00:24:41
bacaan bukan cuman buat anak-anak muda,
00:24:44
bukan cuman buat warga, tapi mereka yang
00:24:47
di pemerintahan baca juga buku ini
00:24:49
karena mereka perlu juga pencerahan
00:24:52
seperti yang tertulis di buku ini
00:24:55
sehingga mereka bisa berpikir yang
00:24:58
berbeda. Saya sering memesankan kepada
00:25:01
teman-teman yang bertugas jauh, saya
00:25:04
sering berpikir eh menitipkan
00:25:08
pesan begini
00:25:12
pesannya. Think like a
00:25:14
stranger, act like a
00:25:18
native, think like a stranger, act like
00:25:21
a native.
00:25:24
Berpikirlah seperti orang asing, tapi
00:25:28
bertindaklah seperti orang lokal.
00:25:32
Kenapa teman-teman sekalian kita-kita
00:25:35
ini saling saking sudah berada di
00:25:38
Indonesia lama sekali, di Jakarta lama
00:25:41
sekali sehingga begitu banyak hal yang
00:25:44
kita jalani itu tidak kita tanyakan
00:25:46
lagi.
00:25:48
Dan ketika kita tidak tanyakan lagi,
00:25:50
kita larut dalam kebiasaan.
00:25:53
Nah, menurut saya salah satu hal yang
00:25:56
krusial untuk menumbuhkan ini adalah
00:25:59
berpikir
00:26:01
seperti orang asing.
00:26:04
Bahkan saya pernah berikan ilustrasi
00:26:06
agak lama lagi agak
00:26:08
ekstremaknya dia ekstrem. Tapi boleh
00:26:11
dah, Mas. Ee satu tangan jarinya berapa?
00:26:16
Fisik berapa? Lima. Kenapa jarinya lima,
00:26:20
Mas?
00:26:22
Kursi itu buat siapa aja?
00:26:25
Why? Kenapa jarinya lima? Cia ada yang
00:26:28
bisa jawab
00:26:31
gini kira-kira siapa ya yang bakal tanya
00:26:33
sama dia kalau jarinya lima?
00:26:36
Yang mungkin tanya kalau ada IT itu.
00:26:40
Oke. Ada ada makhluk dari luar angkasa
00:26:43
datang ke bumi. Kira-kira tanya kenapa
00:26:44
jarinya sesama manusia enggak bertanya
00:26:46
jari. Betul tidak teman-teman? Kita ini
00:26:49
sesama manusia. Masa tanya coba Anda
00:26:51
naik bas sebelah anda orang lain terus
00:26:53
apa kabar Pak? Baik. En tu duanya dua
00:26:55
kok jarinya lima pak gitu. Kira-kira apa
00:26:58
reaksi dia ini berubah jalan ini belum
00:27:01
sembuh nih
00:27:02
gitu. Kenapa? Karena kita bertanya hal
00:27:05
yang ya yang ya kita sesama manusia
00:27:07
enggak tanyalah jari lima. Nah kita
00:27:09
seringki sesama orang Jakarta enggak
00:27:11
tanyalah kebiasaan ini. Sesama orang
00:27:13
Indonesia enggak tanyalah kebiasaan ini.
00:27:16
Begitu banyak hal mendasar republik ini.
00:27:19
Kita sudah enggak tanyakan.
00:27:20
Jadi saya mau ngajak kepada teman-teman
00:27:22
semua ingin Indonesia lebih baik,
00:27:24
bertanyalah hal-hal yang tidak
00:27:25
dipertanyakan. Munculkanlah
00:27:27
pertanyaan-pertanyaan yang tidak lagi
00:27:31
dibahas dan sebagai pertanyaan sah-sah
00:27:35
saja. Dan itu memantik diskusi, bisa
00:27:39
memantik perdebatan, bisa memantik
00:27:41
perokon tapi itu sehat dan bila itu kita
00:27:44
lakukan maka insyaallah Indonesia akan
00:27:47
lebih baik. Saya sudah dapat catatan di
00:27:49
sini bilang 2 menit di situ waktunya
00:27:50
habis. Saya enggak tahu kenapa beda.
00:27:52
Mungkin timernya beda, tapi intinya
00:27:54
waktunya sudah habis. Teman-teman
00:27:55
sekalian sekali lagi kita beri tepuk
00:27:58
tangan untuk Kania dan
00:28:00
Abigel.
00:28:02
Congratulations for the hard work. Eh,
00:28:04
mudah-mudahan mudah-mudahan akan lebih
00:28:06
banyak lagi Abigelkan Kania yang
00:28:08
bermunculan yang kemudian buku-bukunya,
00:28:12
karya-karyanya itu bisa jadi istilah
00:28:14
tadi
00:28:16
referensi. Dari pengalaman diwujudkan
00:28:19
menjadi bacaan dan dari bacaan muncul
00:28:22
sebagai inspirasi. Catatan terakhir buat
00:28:24
Abigas Makia, itu semua tidak muncul
00:28:27
jika mereka tidak reflektif.
00:28:30
itu semua tidak muncul jika mereka hanya
00:28:32
menjalani tapi tidak mengalami, mereka
00:28:35
merefleksikan yang diajalani sehingga
00:28:37
itu menjadi pengalaman dan karena
00:28:39
pengalaman dia bisa dituliskan. Terima
00:28:41
kasih. Asalamualaikum warahmatullahi
00:28:43
wabarakatuh.