00:00:01
[Musik]
00:00:17
menurut saya publik memang sudah
00:00:20
sewajarnya bahkan
00:00:22
seharusnya marah ya bukan sekedar
00:00:25
gelisah bahkan marah karena yang
00:00:27
dipertontonkan itu
00:00:28
betul-betul suatu rangkaian peristiwa
00:00:32
Untuk
00:00:33
memanipulasi sebuah lembaga yudikatif
00:00:36
dan itu dipertontonkannya benar-benar
00:00:39
secara telanjang karena kan kita tidak
00:00:42
hanya bisa melihat putusannya saja kita
00:00:45
harus melihat dari awal peristiwanya dan
00:00:48
itu sudah diungkap di media massa juga
00:00:50
kalau kita lihat timeline-nya kita lihat
00:00:53
peristiwa yang terjadi sebelum putusan
00:00:55
dibacakan dan saya katakan peristiwa ya
00:00:59
bukan gosip bahkan tapi peristiwa
00:01:01
misalnya 9 September tuh itu banyak
00:01:05
sekali di media massa Pak Anwar Usman
00:01:07
sudah bilang di sebuah seminar di
00:01:10
Semarang di sebuah kampus saatnya anak
00:01:12
muda untuk memimpin sampai mengutip
00:01:15
riwayat dari Rasulullah tuh nah jadi itu
00:01:18
saja jelas tidak etis bagi seorang Hakim
00:01:21
untuk mengomentari sebuah perkara yang
00:01:24
sedang diperiksa dan waktu itu belum
00:01:25
putus dan 4 hari kemudian ternyata ada
00:01:29
perkara yang tarik tuh 13 September
00:01:31
perkara itu yang EE diajukan oleh Almas
00:01:36
itu ya nomor 90 itu baru masuk 13
00:01:38
September loh padahal perkara yang
00:01:41
awalnya yang tiga tuh yang oleh PSI
00:01:44
partai Garuda dan kepala-kepala daerah
00:01:46
muda itu sudah mengalami masa
00:01:49
pemeriksaan sidang sudah sekitar 5 bulan
00:01:53
dari bulan
00:01:54
April sudah mau diputus di awal
00:01:56
September tiba-tiba ditarik yang tanggal
00:01:59
13 September itu yang baru yang
00:02:01
argumentasinya juga
00:02:03
ee baru lagi sehingga bisa masuk dan
00:02:06
inilah yang kemudian dikabulkan jadi
00:02:09
dipertontonkannya sedemikian rupa bahkan
00:02:11
sampai tentu saja kita tahu bahwa Pak
00:02:14
Anwar ussman adalah paman dari Gibran
00:02:18
dan kita tidak perlu malu-malu lagi
00:02:20
untuk menunjukkan karena ini analisis
00:02:22
politik ya kalau kita bicara aktor kan
00:02:25
siapa sih yang langsung diuntungkan
00:02:27
dengan adanya putusan ini ya memang
00:02:28
hanya Gibran dan Pamannya lah yang
00:02:30
memimpin Mahkamah Konstitusi apalagi
00:02:33
dalam putusan yang dikabulkan ini yang
00:02:36
nomor 90 itu nama Gibran disebut karena
00:02:39
dia diidolakan oleh
00:02:42
pemohon satu lagi kayaknya banyak sekali
00:02:45
nih ya yang buat saya telanjang kok
00:02:47
semua bisa membaca dengan jelas bahkan
00:02:50
Ee Kita akan bisa lihat juga selain nama
00:02:53
Gibran itu terkait langsung dengan Ketua
00:02:56
eh MK kita juga akan melihat bagaimana
00:03:00
legal
00:03:01
standingnya pemohon yang dikabulkan ini
00:03:03
permohonannya yang namanya Almas itu
00:03:06
sebenarnya sangat sulit untuk diterima
00:03:09
dalam standar MK sendiri selama ini MK
00:03:12
itu begitu ketat kalau soal legal
00:03:15
standing MK akan selalu bilang tolong
00:03:17
buktikan dulu anda punya kerugian
00:03:20
konstitusional artinya ada pasal yang
00:03:23
karena gara-gara Pasal itu saya
00:03:25
mengalami kerugian bukan bukan kerugian
00:03:28
uang tapi kerugian k ional artinya tidak
00:03:30
mendapatkan hak dan lain sebagainya
00:03:32
biasanya ketat sekali tapi untuk perkara
00:03:35
yang ini karena dia mengidolakan Gibran
00:03:38
kemudian diterima legal standing-nya
00:03:40
Padahal dia bukan anggota Partai bukan
00:03:42
partai politik seperti PSI dan lain
00:03:44
sebagainya jadi banyak sekali yang bisa
00:03:46
kita kritik dari putusan itu dan
00:03:48
peristiwa-peristiwa yang
00:03:55
mendahuluinya dampaknya paling tidak dua
00:03:57
deh yang pertama Pak pada MK sendiri Ini
00:04:01
buat MK sendiri kalau saya selalu
00:04:04
mengistilahkan begini gantungan
00:04:06
legitimasi lembaga yudikatif itu
00:04:09
sebenarnya sangat rapuh tipis
00:04:12
tergantungnya pada kepercayaan publik
00:04:15
kepercayaan publik gantungannya adalah
00:04:17
legal reasoning atau pertimbangan hukum
00:04:19
dari eh putusan-putusan pengadilan itu
00:04:23
jadi begitu kepercayaan publik runtuh
00:04:25
karena legal reasoning-nya banyak sekali
00:04:27
bisa kita kritik kan juga ada empat
00:04:30
pendapat berbeda yang Bahkan sedikit
00:04:32
curhat ee atau bahkan mengungkapkan
00:04:35
kemarahan karena ada yang terasa aneh ee
00:04:39
dan sangat bisa dikritik ke semuanya
00:04:41
karena sangat tidak konsisten dari tujuh
00:04:43
perkara yang kita bicarakan ini
00:04:45
sebenarnya kan ee dari tiga perkara yang
00:04:48
sudah diputus duluan dengan perkara yang
00:04:50
kemudian dikabulkan itu argumennya sama
00:04:52
sekali dari a ke Z gitu kiri ke kanan
00:04:56
depan ke belakang jadi sangat tidak
00:04:58
konsisten Nah jadi dengan dengan itu
00:05:01
saja kita bisa mengkritik legal
00:05:03
reasoning-nya tapi bahkan sebelum itu
00:05:04
kita sudah mengolok-olok MK MK sekarang
00:05:07
namanya jadi mahkamah kekuasaan makin
00:05:09
kesasar apalagi mahkamah keluarga ada
00:05:13
lagu lagi yang Paman datang itu segala
00:05:15
macam lucu-lucu Saya sedih tapi Ikut
00:05:19
ketawa dan berpikir bahwa ya Salah
00:05:22
sendiri MK seperti menjerumuskan dirinya
00:05:25
sendiri nah anyway Saya ingin masuk ke
00:05:28
suatu situasi di mana
00:05:30
MK itu sudah diolok-olok legitimasinya
00:05:32
sudah rendah sekali dan bayangkan MK itu
00:05:36
akan terus-menerus bertugas Bahkan dia
00:05:38
akan menyelesaikan sengketa hasil
00:05:41
Pilpres pilek pemilihan legislatif
00:05:44
bahkan Pilkada tahun depan dan dulu
00:05:49
kalau kita ingat Pemilu 2019 saja ya
00:05:52
yang paling belakangan itu sempat ada eh
00:05:56
apa sangat-sangat ketat gitu ya antara
00:05:58
Prabowo dengan Jokowi sempat ada letupan
00:06:01
kerusuhan depan Bawaslu tapi begitu MK
00:06:04
bilang yang memenangkan sengketa hasil
00:06:06
adalah Jokowi ada letupan-letupan kecil
00:06:10
tapi lembaga peradilan sebagai
00:06:13
penyelesai konflik secara hukum masih
00:06:16
dipercaya jadi letupan itu tidak bisa
00:06:18
meluas bayangkan kalau orang-orang sudah
00:06:22
tidak percaya bahkan mentertawakan MK
00:06:25
konflik itu jadinya tidak bisa dikelola
00:06:27
lagi itu yang mengerikan menurut saya
00:06:31
tapi lebih dari itu negara hukum kita
00:06:33
jadinya runtuh karena ini yang dirusak
00:06:36
adalah lembaga yudikatif nah tapi ada
00:06:38
yang kedua juga karena eh menurut saya
00:06:41
ini unprecedented ya ini membawa situasi
00:06:46
demokrasi dan negara hukum kita ke
00:06:48
sesuatu yang sama sekali tidak
00:06:49
terbayangkan sebelumnya karena yang
00:06:52
diseret ke tengah pertarungan politik
00:06:55
adalah lembaga yudikatif yang harusnya
00:06:58
punya konsep kemandirian tersendiri
00:07:01
tidak politis dan lain sebagainya
00:07:04
diseret ke tengah-tengah dan membuka
00:07:07
jalan bahkan untuk politik dinasti nah
00:07:11
ini yang menurut saya akan sangat
00:07:12
merusak e demokrasi kita mundur bahkan
00:07:16
ke belakang tapi juga implikasi
00:07:19
langsungnya hari-hari ini kita makin
00:07:22
diributkan dengan siapa sebenarnya yang
00:07:25
akan menjadi calon wakil presiden dan
00:07:29
kemudian juga koalisinya ada
00:07:31
berubah-ubah kemudian partai satu dengan
00:07:34
yang lain saling
00:07:35
em Apa ya Em berkonflik begitu ya karena
00:07:39
Mungkin ada satu Gibran misalnya dari
00:07:41
anggota PDIP ingin ditarik ke koalisinya
00:07:44
Pak Prabowo dan seterusnya nah ini semua
00:07:47
sangat tinggi menimbulkan ketidakpastian
00:07:50
dan semakin menguatkan bahwa memang elit
00:07:53
yang hanya mengurusi soal-soal seperti
00:07:55
ini lagi-lagi kita tidak bisa ber apa
00:08:00
berkata apapun
00:08:01
em bahkan elit juga mengarjakan kepada
00:08:05
kita kalau hukumnya yang tidak mendukung
00:08:08
mereka bukan mereka yang harus
00:08:10
mengoreksi diri tapi hukumnya yang
00:08:12
diubah oleh mereka dan caranya ada cara
00:08:15
instan yaitu Mahkamah Konstitusi ini
00:08:18
yang pelajaran yang buat saya akan ee
00:08:21
merusak eh cara kita
00:08:28
bernegara
00:08:29
kemungkinannya sangat besar tentu saja
00:08:31
kita tidak punya bukti sedalam atau
00:08:36
sekonkret rekaman rapat Pak Jokowi
00:08:38
menyuruh Hakim misalnya kan Tentu saja
00:08:40
tidak ada tapi kan kita juga paham bahwa
00:08:43
cara-cara berpolitik memang tidak
00:08:45
seperti
00:08:47
sinetron ada kegiatan-kegiatan yang
00:08:50
tidak akan secara langsung dilakukan
00:08:53
oleh orang-orang yang punya kepentingan
00:08:55
tapi
00:08:56
ee itu yang kita bisa akan baca dari
00:08:59
peristiwa-peristiwa hukum yang
00:09:01
EE mengikuti sebelum putusan ini
00:09:03
dibacakan tapi ee Menurut saya kita juga
00:09:07
bisa melihatnya misalnya ee dari ee
00:09:11
bagaimana selama ini mk-nya sendiri
00:09:14
sudah mulai dirusak misalnya salah satu
00:09:18
hakim MK buntur Hamzah itu kan
00:09:21
sebenarnya dimasukkan oleh DPR secara
00:09:25
melanggar hukum melanggar undang-undang
00:09:27
Mahkamah Konstitusi sendiri
00:09:29
waktu itu Pak aswanto barangkali kita
00:09:31
semua ingat ya Pak aswanto tiba-tiba
00:09:33
diberantikan di tengah jalan digantikan
00:09:35
oleh Guntur Hamzah itu misalnya salah
00:09:38
satunya jadi memang sudah ada sebuah
00:09:41
eh apa ya upaya untuk membuat komposisi
00:09:45
Hakim juga seperti ini lagi-lagi tentu
00:09:48
saja kalau masalah Pak Guntur dan Pak
00:09:50
aswanto memang yang memainkan isunya
00:09:54
adalah DPR tapi kan kita kalau melakukan
00:09:58
analisis politik dan tata negara memang
00:10:00
harus analisis aktor tidak bisa Hitam
00:10:03
Putih karena ini bukan matematika jadi
00:10:05
walaupun ee kalau saya sih bisa melihat
00:10:08
gejala-gejala ini dengan sangat terang
00:10:10
ee walaupun atau tidak perlu kita
00:10:14
menemukan rekaman rapatnya Pak Jokowi
00:10:17
langsung ataupun menemukan notulansi
00:10:19
rapat begitu ya tapi saya saya melihat
00:10:23
dari siapa yang diuntungkan dari ee
00:10:26
latar belakang latar belakang Hakim Dan
00:10:28
bagaimana mereka selama ini memutuskan
00:10:30
sebenarnya sudah Ee kelihatan ee ada
00:10:33
indikasi-indikasi yang
00:10:35
[Musik]
00:10:40
kuat kalau kita
00:10:42
ee dalam dalam literatur yang membahas
00:10:45
soal dinasti politik kita harus lihatnya
00:10:48
dua hal pertama kalau berbicara dinasti
00:10:51
politik kita tidak hanya berbicara satu
00:10:54
jabatan Apakah itu cawa Apakah itu wakil
00:10:57
presiden atau presiden atau Gubernur dan
00:10:59
seterusnya tapi kita berbicara soal
00:11:02
peluang-peluang untuk menduduki jabatan
00:11:04
publik dan yang kedua didapatnya dengan
00:11:07
cara apa Apakah dengan cara yang instan
00:11:11
atau memang eh dengan cara yang normal
00:11:15
dalam tanda kutip walaupun dengan
00:11:16
privilesi saya kasih contoh begini
00:11:18
misalnya keluarga Kennedy di Amerika
00:11:20
Serikat tentu saja nama kennedi itu akan
00:11:24
membuat privilesia untuk mereka tapi toh
00:11:26
mereka meneliti karir ada yang jadi
00:11:29
Jaksa Agung dulu dan seterusnya atau
00:11:31
Hillary Clinton dan Bill Clinton
00:11:33
sebenarnya Hillary Clinton yang
00:11:35
berpolitik duluan ya daripada Bill
00:11:36
Clinton nama Clinton pasti akan membuat
00:11:39
orang langsung berpikir inilah orang
00:11:44
yang baik dari keluarga itu gitu Tapi
00:11:46
kan
00:11:47
eh Bill Clinton maupun Hillary Clinton
00:11:50
Sebenarnya dia menata karir politiknya
00:11:53
pelan-pelan tidak instan privil Iya tapi
00:11:58
beda itulah bedanya dengan dinasti
00:12:00
politik yang didapat dengan cara-cara
00:12:02
yang terlalu instan sehingga kapasitas
00:12:05
politik benar-benar dipinggirkan Nah
00:12:07
jadi kalau dalam contohnya itu salah
00:12:09
satunya adalah Kaesang misalnya 2 hari
00:12:12
dia bisa jadi ketua partai politik itu
00:12:16
jelas cara yang sangat tidak wajar
00:12:18
sangat jadul bahkan ya kalau dia mendaku
00:12:21
sebagai anak muda dan Partai anak muda
00:12:22
ini sangat tidak anak muda Nih model
00:12:25
seperti ini nah ee itu cara tapi tadi
00:12:28
yang pertama saya sebut soal jabatan
00:12:31
jadi betul nanti akan ada pemilihan lagi
00:12:35
tapi bahwa segala cara dilakukan untuk
00:12:38
mendudukkan dia dengan privilesinya yang
00:12:41
masih berlangsung sekarang untuk ee bisa
00:12:46
mencalonkan diri untuk kemudian dipilih
00:12:49
itu saja sebenarnya sudah mencerminkan
00:12:51
adanya politik Dinasti Dinasti politik
00:12:54
kan ee dinastinya keluarganya gitu ya
00:12:57
politik dinastinya itu adalah cara
00:12:59
berpolitik yang mengedepankan ee
00:13:03
Hubungan kekerabatan Nah jadi em Gibran
00:13:07
Seandainya dia tidak jadi
00:13:11
ee apa calon wakil presiden pun atau
00:13:14
mungkin nanti tidak terpilih pun tapi ee
00:13:18
bagaimana dia bisa
00:13:20
ditempatkan pada saat Pak Jokowi masih
00:13:23
menjabat sebagai presiden itu sudah
00:13:25
menggambarkan fenomena politik dinasti
00:13:28
jadi
00:13:29
eh itu yang mesti kita lihat itu yang
00:13:32
membedakan kan orang-orang suka
00:13:34
mengkritik orang yang menarasikan
00:13:36
dinasti politik dengan bilang Wah enggak
00:13:38
adil Megawati kan juga anaknya Soekarno
00:13:40
Betul tapi Megawati itu mulai dari
00:13:43
oposisi dulu tuh makanya ada priswa 27
00:13:46
juli 1996
00:13:48
6 ya baru kemudian dia naik bukan
00:13:51
berarti saya membela Megawati tapi saya
00:13:53
ingin menunjukkan cara berpolitik yang
00:13:56
tidak instan dan pada saat itu dia orang
00:13:59
tuanya sudah tidak ada ahay supaya kita
00:14:02
imbang ya Saya tidak ingin menunjukkan
00:14:04
Pro terhadap satu partai tapi misalnya
00:14:06
ahy yang juga suka dituduh dan pasti dia
00:14:08
membawa nama Yudoyono tapi bahkan dengan
00:14:11
membawa nama Yudoyono pun eh dia tetap
00:14:14
menapaki sebuah eh karir politik dulu
00:14:19
karirnya kok dia instan juga tuh jadi
00:14:21
ketua Betul tapi kan tidak dalam du hari
00:14:23
dia juga dididik dulu supaya punya
00:14:26
kapasitas politik baru kemudian bisa
00:14:29
bertarung walaupun sekarang belum juga
00:14:31
begitu ya nah jadi e kita harus
00:14:33
melihatnya secara lebih mendalam Lihat
00:14:36
dua itu yang pertama adalah
00:14:39
e caranya Apakah terlalu instan dan
00:14:43
wajar atau tidak tapi juga yang kedua
00:14:46
adalah Jangan hanya lihat hasil akhirnya
00:14:49
keterpilihan atau tidak tapi
00:14:51
peluang-peluang yang dibuka selagi orang
00:14:54
tuanya atau kerabatnya itu menjabat itu
00:14:57
juga bagian dari ee politik
00:15:01
[Musik]
00:15:06
dinasti pertama kita harus lihat
00:15:08
ruangnya dulu karena ini ruangnya di
00:15:10
Mahkamah Konstitusi kalau misalnya saya
00:15:13
diajak mengadvokasikan ke DPR dan
00:15:15
pemerintah supaya anak muda maju Saya
00:15:17
mungkin akan berada di paling depan
00:15:20
begitu ya karena saya setuju sekali anak
00:15:22
muda maju tapi di DPR
00:15:24
ee tempat berjuangnya dan kalau di DPR n
00:15:28
kan kita bisa partisipatif nanti juga
00:15:31
terbuka terus nanti para ahli juga akan
00:15:34
berdebat tuh Oh secara psikologis begini
00:15:36
secara politik begini secara sosiologis
00:15:38
silakan MK Hakim itu dipilih karena
00:15:42
kualifikasinya sebagai orang hukum dan
00:15:44
dia hanya menilai
00:15:46
konstitusionalitas dia juga enggak punya
00:15:48
kapasitas sebenarnya untuk membahas
00:15:51
Apakah Gubernur bisa disamakan dengan
00:15:53
walikota sehingga bisa mencalonkan diri
00:15:55
sebagai cawa preses dan biasanya mereka
00:15:59
pun mengakui itu kan selama ini mereka
00:16:01
selalu bilang oh ini Open legal Policy
00:16:03
nih bukan kami yang membahas silakan ke
00:16:05
DPR Nah jadi eh tempatnya dulu yang kita
00:16:09
mesti permasalahkan sehingga kita akan
00:16:11
sampai pada Pertanyaan kenapa
00:16:13
MK kalau memang dari dulu mau
00:16:16
me meruntuhkan ground apa ee meruntuhkan
00:16:20
orang-orang tua yang menduduki
00:16:21
jabatan-jabatan tinggi kita mau ganti
00:16:24
generasi secara konsisten dong dari awal
00:16:27
karena sekarang nyatanya m B jabatan
00:16:29
lain justru ditinggikan nih Hakim mkja
00:16:32
sekarang 55 tadinya 47 dan sekarang mau
00:16:35
dinaikkan jadi 60 oleh DPR kan kelihatan
00:16:40
jadinya bahwa ada tujuan politik ini
00:16:42
bukan sekedar bukan sekedar tujuan anak
00:16:46
muda menggantikan orang tua tapi tujuan
00:16:49
politik untuk orang-orang tertentu
00:16:51
Kenapa engak dariu di DPR dan kat
00:16:54
mkahus
00:16:57
yang cara kesempatan untuk anak muda kan
00:17:01
kita juga mesti ee mesti melihat
00:17:04
ee anak mudanya ini yang seperti
00:17:09
apa kita kan tidak berbicara sekedar
00:17:13
umur umur itu kalau anak muda umurnya
00:17:16
maksudnya Katakanlah orang yang umurnya
00:17:18
25 tapi dia tidak punya kapasitas
00:17:19
politik enggak pernah berorganisasi
00:17:21
kalau anak kuliahan tuh kupu-kupu ya
00:17:24
kuliah pulang kuliah pulang gitu ya
00:17:26
terus kita mau menjadikan dia calon
00:17:27
wakil presiden
00:17:28
Saya sih tidak mau jadi ukurannya harus
00:17:31
di kapasitas politik nah kapasitas
00:17:34
politik itu sebenarnya filternya ada di
00:17:38
partai politik boleh dipaksa melalui
00:17:40
hukum boleh tapi lagi-lagi hukum
00:17:42
memaksanya melalui kebijakan hukum
00:17:45
terbuka yang dibuat oleh DPR dan
00:17:47
pemerintah kan pertanyaan besarnya di
00:17:50
situ e jadi ini tujuannya Beneran gak
00:17:53
sih untuk anak muda atau ya ini Nor aja
00:17:57
anak muda cuma di Pak namanya
00:17:59
eh padahal sebenarnya yang dituju cuma
00:18:02
satu orang yang bernama
00:18:05
[Musik]
00:18:08
Gibran menurut saya sih belum layak
00:18:10
karena kapasitas politiknya belum cukup
00:18:13
orang-orang jangan terpesona pada
00:18:16
jabatan walikota yang ia emban karena
00:18:20
jabatan walikota itu juga kemarin
00:18:23
didapatkan juga karena dia adalah
00:18:25
anaknya presiden dan jangan lupa bahkan
00:18:29
waktu itu ada kontroversi karena Pilkada
00:18:31
yang memenangkan dia dan juga menantu
00:18:33
Jokowi Bobi itu terjadi di masa pandemi
00:18:37
jadi waktu itu dikritik kok dipaksakan
00:18:38
sih ada pilkada dan e salah satu
00:18:42
hasilnya salah dua hasilnya adalah dua
00:18:44
kerabatnya Jokowi terpilih dalam pilkada
00:18:47
itu jadi begitu banyak privilese yang
00:18:50
dimiliki oleh Gibran kita harus jujur ya
00:18:53
karena bagi saya kapasitas politik itu
00:18:55
enggak bisa instan pasti harus ada
00:18:57
kemampuan organisasi kemampuan lobi
00:18:59
kemampuan berorasi aja misalnya nih
00:19:02
silakan nilai sendiri bagaimana
00:19:05
kemampuan berorasi dari orang-orang yang
00:19:08
dipilih secara
00:19:10
instan sementara kita keburu Terpukau
00:19:13
oleh titel yang disandang apakah dia
00:19:16
Walikota atau Gubernur dan lain
00:19:19
[Musik]
00:19:24
sebagainya nah inia nih ini yang unik
00:19:27
dari duniak
00:19:29
karena capres itu kan sebenarnya memang
00:19:31
ban serep jadi e dia sebenarnya ya kalau
00:19:36
kita lihat konstitusi ya patokan saya
00:19:38
tentu saja konstitusi nih dia eh akan
00:19:41
menggantikan ketika presiden tidak bisa
00:19:44
melakukan hal-hal yang ditugaskan oleh
00:19:46
konstitusi jadi dengan dengan alasan
00:19:49
itulah saya pakai istilah ban serep
00:19:51
Walaupun memang e misalnya pada masa
00:19:55
Pak Pak itu diber peran substantif
00:19:59
supaya ada pembagian peran tapi dalam
00:20:02
politik Indonesia saya
00:20:04
melihatnya jabatan Wapres itu akhirnya
00:20:07
hanya digunakan dalam konteks matematika
00:20:10
Pemilu jadi ini kenapa nih sampai 3 hari
00:20:15
menjelang e pendaftaran putusan keluar
00:20:18
kan 3 hari menjelang pendaftaran itu
00:20:20
sebenarnya orang masih
00:20:21
eh membicarakan Apakah Gibran apakahik
00:20:26
thhir apakahofifah dan lain sebagainya
00:20:28
itu
00:20:29
ee karena hitungannya matematika Pemilu
00:20:32
Mana nih yang akan bisa mengambil suara
00:20:34
Jawa Timur karena besar sekali suara di
00:20:37
situ Mana nih yang Jawa Barat bukan
00:20:40
pertimbangan-pertimbangan yang sifatnya
00:20:42
lebih
00:20:43
em
00:20:45
Strategi politik yang substantif gitu
00:20:48
hitung-hitungannya soal suara suara
00:20:50
suara gitu Nah jadi e ya begitu ya Kalau
00:20:54
menurut saya sih sebenarnya tidak
00:20:57
sepenting itu itu
00:20:59
dalam dalam perannya dalam
00:21:02
menyelenggarakan pemerintahan tapi
00:21:05
akhirnya dipakai sebagai penyeimbang dan
00:21:08
pengumpul suara itu yang sebenarnya
00:21:15
terjadi
00:21:19
eh menurut saya sih Nalar kita ya Nalar
00:21:23
kita tentang cara berpolitik yang baika
00:21:28
berpolitik yang etis
00:21:30
ee karena memang peristiwa ini sudah
00:21:33
membawa
00:21:35
e apa pertikaian politik ke wilayah yang
00:21:40
sama sekali tak terbayangkan Jadi kalau
00:21:43
misalnya bisa kita runut sejarah kita ke
00:21:47
belakang belum pernah ada loh sebelum
00:21:51
Jokowi presiden yang sampai menggunakan
00:21:54
lembaga yudikatif untuk kepentingan
00:21:58
memenangkan kekuasaan nah ini akan
00:22:01
menjadi preseden baru jangan-jangan dan
00:22:04
ini yang juga akan merusak negara hukum
00:22:06
kita karena kan harusnya kita bayangkan
00:22:08
begini ada
00:22:10
demokrasi yang sifatnya lebih banyak
00:22:12
persoalan-persoalan yang eh
00:22:15
keterwakilan Mungkin sedikit banyak
00:22:17
mayoritas dan seterusnya tapi dia akan
00:22:20
dijaga oleh konsep yang namanya negara
00:22:22
hukum negara hukum itu pembatasan
00:22:24
kekuasaan dan hak asasi manusia
00:22:26
institusinya lembaga adilan yang paling
00:22:28
utama jadi dia akan menjaga demokrasi
00:22:31
Makanya selalu di berdua disebutnya
00:22:33
negara hukum yang demokratis atau
00:22:35
demokrasi dan negara hukum Nah sekarang
00:22:38
ini negara hukumnya sedang dirusak
00:22:40
sehingga pager pembatasan kekuasaan dan
00:22:43
hak asasi manusia akan semakin lama
00:22:46
semakin tipis nah ini yang sebenarnya
00:22:48
sangat berbahaya jadi saya baru baca
00:22:51
sebuah tulisan menarik sekali tulisannya
00:22:53
Tom ginsberg dia bicara dari tahun 2018
00:22:56
dan dia melakukan studi komparatif di
00:22:58
banyak negara judulnya adalah kalau mau
00:23:01
dicari judulnya adalah e democratic
00:23:04
backsliding and The rule of Law intinya
00:23:07
dia bilang bahwa pembajakan demokrasi di
00:23:10
banyak negara di dunia ya karena dia
00:23:12
studi komparatif itu memang seringki
00:23:15
akan sangat efektif bagi orang yang akan
00:23:18
berkuasa itu ya Bagi demagognya apabila
00:23:20
dia membajak
00:23:23
pengadilan 2018 waktu artikel itu keluar
00:23:27
kita belum memikirkan hal ini akan
00:23:29
terjadi di Indonesia tapi hari ini kita
00:23:31
sudah
00:23:35
melihatnya
00:23:37
ee pertama menurut saya kegelisahan dan
00:23:42
kalau ada kemarahan juga baik ya dan itu
00:23:44
perlu dipelihara menurut saya untuk
00:23:47
menjaga cara berpolitik di negara ini
00:23:50
saya khhaatir sekali kalau kita kemudian
00:23:52
pasrah dan Ya Sudahlah kita jalankan
00:23:55
saja putusan mk-nya betul putusan MK
00:23:57
harus dijalankan tapi bagian-bagian yang
00:24:00
salah pengambilan putusannya kok begini
00:24:03
hukum acaranya kok dikadali dan
00:24:06
seterusnya pendapat berbedanya empat
00:24:09
Hakim tuh sebenarnya sudah menggambarkan
00:24:11
kekisruhan yang luar biasa dalam proses
00:24:13
pengambilan putusan Nah itu semua masih
00:24:16
tetap terus-menerus dibicarakan jadi
00:24:19
kita tidak akan kemudian
00:24:22
membenarkan cara berpolitik yang seperti
00:24:25
ini Saya khawatir kalau kita diam saja
00:24:27
ya kita akan menerima hal ini membawa MK
00:24:32
dengan penuh konflik kepentingan ke
00:24:34
tengah pertikaian kekuasaan jadi sesuatu
00:24:37
yang baru yang normal kenormalan baru
00:24:41
gitu jadi seakan-akan nanti ke depannya
00:24:43
kita akan terus-menerus begini udah deh
00:24:46
nanti yang terjadi siapa kuat dia menang
00:24:47
karena enggak ada lagi wasitnya ini kan
00:24:50
seperti pertandingan
00:24:51
bola wasitnya tapi ikut main bola juga
00:24:54
mungkin dia pemain ke12 Bukan wasit lagi
00:24:57
ini ngeri kalau demokrasi seperti ini
00:25:00
jadi teruslah pelihara tapi step
00:25:03
berikutnya apa Masa cuma marah-marah
00:25:04
atau diskusi nah Menurut saya kita
00:25:06
memang mesti
00:25:07
mengevaluasi mahkamah konstitusi dan
00:25:10
partai politik mahkamah konstitusinya
00:25:13
itu kita harus ee teman-teman harus
00:25:17
sadar bahwa mahkamah konstitusi itu
00:25:20
tidak ada yang mengawasi
00:25:22
ee
00:25:24
sehari-harinya Mahkamah Agung misalnya
00:25:26
dia punya komisi yudisial dan badan
00:25:29
pengawas Mahkamah agung mahkamah
00:25:31
konstitusi itu sejak 2005 sudah
00:25:34
memutuskan sendiri bahwa Komisi Yudisial
00:25:37
tidak berwenang mengawasi Mahkamah
00:25:39
Konstitusi Bagaimana dengan ee apa
00:25:43
majelis etiknya sekarang sedang tidak
00:25:45
ada belum dilantik jadi
00:25:49
eh kita memang harus mengajukan
00:25:52
pertanyaan etik maksudnya mengajukan
00:25:54
masalah etik soal kepala atau ketua
00:25:57
mahkamah konstitusi yang punya benturan
00:26:00
kepentingan dengan
00:26:01
Gibran Tapi itu pun kita masih nyangkut
00:26:05
di soal belum adanya majelis kehormatan
00:26:08
mahkamah konstitusi atau mkmk jadi kita
00:26:10
harus dorong dua-duanya dan evaluasi ya
00:26:14
menurut studi yang tadi saya sebut tuh
00:26:16
ginsburg salah satunya kuncinya tuh
00:26:19
kalau mau
00:26:20
menyelamatkan eh lembaga pengadilan yang
00:26:23
dibajak untuk kepentingan democratic
00:26:25
backsliding tadi itu dua menurut mereka
00:26:28
yang pertama adalah
00:26:30
e mengevaluasi cara hakim-hakim dipilih
00:26:34
dan yang kedua adalah memastikan memang
00:26:36
ada pengawasan perilaku hakim-hakim itu
00:26:40
karena gantungan legitimasi MK itu
00:26:43
memang di perilaku Hakim dan legal
00:26:47
reasoningnya jadi itu harus bisa di
00:26:51
diawasi dengan baik nah satu lagi tadi
00:26:53
saya sebut sedikit dan ini sebenarnya
00:26:55
penting tidak berkait langsung dengan
00:26:56
mahkamah k usi tapi partai politik yang
00:26:59
juga secara tidak etis menggunakan MK
00:27:03
untuk masuk ke wilayah main bola tadi
00:27:06
mk-nya jadi pemain ke-12 itu juga harus
00:27:08
kita kritik dong enggak bisa kalau
00:27:10
mereka benar-benar Paham negara hukum
00:27:13
harusnya mereka tahu bertarunglah dengan
00:27:17
wasit yang juga bisa
00:27:18
independen dan mereka bertarung secara
00:27:20
etis harusnya
00:27:26
begitu
00:27:28
foreign